Monday, 28 April 2014

DIFFERENT (PART 2)



Different part 1

--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Part 2


Aku mendengar suara berisik di luar. Aku membuka mataku dan tidak menemukan Luhan disampingku.

Enam tahun berlalu dengan cepat dan aku selalu bangun dalam keadaan seperti ini. Aku masih Sehun yang dulu, bekerja 8 jam penuh di kantor, mengenakan kemeja dengan dasi miring dan Luhan akan membetiulkannya sebelum pergi.

Hari ini adalah hari pertama Hanna masuk sekolah dasar. Luhan sangat sibuk sejak pukul 5, siapkan ini dan itu.

“ Selamat pagi ayah Hun.” Sapa Hanna riang.

“ Pagi,” balasku malas

“ Apa ayah tidur nyenyak?”

“ Hmm..” jawabku singkat. Tidur nyenyak.. yang benar saja, aku sudah tidak pernah bisa tidur nyenyak. Enam tahun lamanya dan aku selalu terbangun tengah malam dan memikirkan ini itu. Setiap malam.

“ Tapi sepertinya ayah masih ngantuk.” Kata Hanna polos “ Ayah Han..”

“ apa sayang.”

“ Ayah Hun punya kantung mata. Temanku Zitao juga punya dan Xiumin bilang orang yang punya kantung mata berarti kurang tidur.”

“ Oh benarkah?” Luhan membelai kepala Hanna lalu memandangku “ Ayah Hun sedang banyak pekerjaan. Dia jadi sangat sangat lelah dan mungkin kurang tidur.”

“ Kalau begitu ayah Hun tinggal di rumah saja bersama ayah Han. Tidak usah bekerja dan tidur yang banyak.” Usul Hanna.

Luhan tertawa, mengecup pucuk kepala Hanna. “ Lalu siapa yang mengantar Hanna ke sekolah?”

“ Aku bisa berangkat sendiri ayah, aku kan sudah besar. Sudah enam tahun.”

“ Sudah jangan mengobrol terus. Hanna habiskan sarapanmu, kita berangkat. Kau tak mau terlambat di hari pertamamu kan!” kataku dingin.

Luhan memberikan tas hello kitty ke tanganku beserta botol minum kecil. Sebelum berangkat dia mencium Hanna berbicara beberapa patah nasihat. “ Jangan nakal, dengarkan apa kata guru, perhatikan pelajaran. Janji?”
Hanna mengaitkan kelingkingnya ke jari Luhan sambil tersenyum ceria “ Aku janji ayah Han.”

“ Hati hati di jalan.” Kata Luhan dengan wajah cemas.

“ kami berangkat.”

“ Sehun!” Luhan menahan tangaku.

“ Apa?”

“ Dasimu.”

Luhan masih Luhan yang dulu. Tangannya terulur membetulkan dasi dan satu kecupan yang… aku lupa kapan terakhir kali Luhan menciumku karena kecupan itu lebih banyak ditujukan ke Hanna.

“ Hati hati menyetir mobilnya sayang.”

Aku juga lupa kapan terakhir kali Luhan memanggilku ‘sayang’ karena panggilan itu sering di gunakan untuk memanggil Hanna, sampai aku tak pernah menegngok lagi jika Luhan memanggil ‘sayang’.

“ aku mencintaimu.”

Inilah satu satunya pembeda antara perlakuan Luhan terhadapnya dan Luhan terhadap Hanna. Luhan akan bilang ‘ aku menyayangimu’ kepada Hanna dan… ‘aku mencintaimu’ padaku.

Rasa sayang dan rasa cinta itu berbeda.

Luhan masih mencintaiku.

Itulah yang terpenting.



Baru kali ini aku menyetir dengan kecepatan di bawah 40 km/jam, mengingat pesan Luhan untuk berhati hati, bahwa sekarang dia bersama Hanna, bukan hanya sendiri.

“ Ayah, ayah, apa sih artinya buaya darat?”

“ A-apa?”

“ buaya darat ayah.”

Kau tahu dari mana kata kata itu?” tanyaku was was “ Siapa yang mengajarkannya padamu?”

“ Kris bilang dia mau jadi pacarku.”

“ Kris? Temanmu yang di TK dulu?”

Hanna mengangguk. “ Tapi Xiumin bilang jangan berpacaran dengannya karena Kris buaya darat. Nah artinya buaya darat itu apa ayah? Aku tak mengerti.”

“ Hanna, kau tidak boleh pacaran. Kau masih enam tahun. Ayah melarangmu!” kataku cukup keras. Aku memang tak peduli dengan apa yang Hanna lalukan tapi melihat anak umur 6 tahun pacaran bukanlah sesuatu yang wajar. Walau aku tahu apa yang aku lakukan dengan Luhan juga tidak wajar.

“ Lalu buaya darat itu apa yah?”

buaya darat..ah, bagaimana aku menjelaskan pada anak umur 6 tahun.

“ Buaya darat… err.., ya buaya. Buaya yang ada di darat. Hanna sering liat buaya yang di air, nah kalau yang ini adalah buaya yang di darat.” Konyol. Aku hampir menertawakan diriku sendiri yang berbicara seperti ini. Luhan harusnya ada di sini membantuku.

Hanna mengerutkan keningnya bingung “ Maksudnya yah? Kris tidak mirip buaya.”

Beruntung kami sudah sampai di depan gerbang sekolah. Aku membuka seatbelt Hanna. Sebelum Hanna turun aku menatapnya lekat lekat dan berbicara serius.

“ Hanna dengarkan aku. Tidak peduli Kris buaya atau bukan yang terpenting kau tidak boleh pacaran dengan siapapun.”

“ bagaimana dengan Xiumin? Dia juga temanku di TK. Dia baik sekali, dia-“

“ Tidak juga Xiumin. Kris, Zitao, atau siapapun itu. Kau tidak boleh pacaran, oke!”

Aku bukanlah Luhan yang akan mengaitkan kelingking dan berjanji. Tapi satu anggukan kecil Hanna membuatku meras Hanna akan memegang janjinya.

“ Belajar yang rajin.” Ujarku . aku mengamati Hanna berlari memasuki gerbang hingga sosok itu menghilang.

Aku tertawa sendiri membayangkan ekspresi Hanna tentang jawaban buaya darat selama perjalanan ke kantor. Wajah itu berkerut lucu, tetap menerima apapun yang kuucapkan. Ini membingungkan.

Aku seperti menemukan diriku…

Bahagia bersama Hanna..


***

Hampir dua bulan setelah Hanna bersekolah dan gadis kecil itu sangat pintar. Dia punya banyak teman, juga penggemar yang memberinya cokelat dan permen. Hanna tidak berpacaran, setidaknya itu membuatku lega karena jika Luhan tahu pembicaraan kami waktu itu, aku yakin dia pasti akan shock.

Namun hari ini…

Aku tidak disambut dengan suara riang anak itu sepulang kerja. Biasanya aku akan menemukan si kecil dengan rambut ikal yang terkuncir rapid an tersenyum riang menyambutku. Hari ini sangat berbeda. Aku menemukan Hanna menunduk sedih di sofa dengan Luhan yang memeluknya.

“ Ada apa? Hanna kenapa?” tanyaku was was. Luhan memandangku, matanya berkaca kaca. Aku tidak mengerti. Lalu aku melihat sebuah gambar di tangan Hanna. Gambar itu cukup bagus, kecuali warnanya yang keluar garis. Pada intinya aku menganggap itu gambar yang bagus. Dua pria dewasa dan anak perembuan kecil di tengahnya, mereka bergandengan tangan dan gunung hijau serta pohon tinggi jadi latar belakangnya.

“ Hanna, apa ini gambarmu?”

Hanna menganggukkan kepala. Aku bisa melihat setetes air mata mengalir.

“ Apa ini ayah Hun, Hanna, dan ayah Han?”

Hana mengagguk lagi, kemudian barulah Hana bercerita sambil menangis.

“ Guru Lee menyuruh kami menggambar tentang keluarga. Aku menggambar kita sekeluarga pergi ke pegunungan, lalu…” Hanna terisak “ Mereka bilanng gambarku aneh. Mereka bilang aku tidak mungkin punya dua ayah. Keluarga selalu terdiri dari ayah, ibu, anak..”

Aku merasa kali ini masalahnya lebih rumit dari sekedar buaya darat. Hanna tidak mengenal sosok ibu. Tentu. Dia punya dua ayah dan hari ini pun akhirnya tiba. Pertanyaan abstrak yang beserta segala kemungkinan yang aku dan Luhan takutkan tiba di hari ini.

Luhan ikut menngis, dia tidak tahu apa yang harus di perbuat. Aku mencoba memahami keadaan ini.

“ Hanna…” aku berlutut di depan anak itu, menghapus air matanya “ Dengarkan ayah Hun baik baik. Tidak peduli apa yang mereka katakan, tidak peduli apa yang mereka lihat, hal pertama yang harus Hanna ingat adalah Hanna punya keluarga. Hanna tahu ada berapa banyak anak yang tidak punya keluarga?”

Hanna menggeleng.

“ Banyak Hanna. Banyak.” Dan kau adalah salah satunya jika kami tidak mengadopsimu.

“ Hanna punya keluarga. Hanna punya dua ayah yang menyayangi Hanna. Dan itu sudah cukup. Yang terpenting adalah Hanna bahagia punya keluarga yang seperti ini. Ayah Han menyayangi Hanna, baginya Hanna adalah kebahagiaannya. Hanna sayang ayah Ha kan?”

“ Sangat sayang.” Hanna memeluk Luhan sambil menangis.

Masalah ini berat, tapi sekali lagi kami bisa mengatasinya. Hidup ini memang sulit, tapi bersama keluarga semuanya bisa diatasi.

Luhan mengeringkan air mata Hanna dan berkata “ Ayah Hun juga menyanyangi Hanna, iya kan?”

Aku belum pernah memeluk Hanna sebelumnya. Perasaan benci lebih mendominasi hari hari kemarin dan keengganan untuk menyentuh si kecil sejak dia berada di hidupku. Hari ini aku merasakannya, pelukan Hanna, dan rasanya berbeda. Pelukan Hanna hangat, tubuh kecilnya menempel menjadi satu di hatiku. Aku tidak pernah menangis seperti Luhan, tapi rasanya sulit menahan air mata saat Hanna berbisik pelan

“ aku menyanyangi ayah Hun, sangat.”

Aku membenci Hanna.

Seharusnya aku tahu itu dari awal. Hanna penuh kebahagiaan, seperti Luhan. Bahkan setelah aku menempelkan gambar itu di meja kantor, setiap kali memandangnya, aku serasa ingin segera pulang. Aku mau bertemu Luhan, bertemu Hanna, anak perempuan kami.



Saat liburan kenaikan kelas aku mengajak keluarga kecilku ke guung. Aku ingin membuat gambar Hanna menjadi kenyataan. Hanna sangat gembira saat itu. Dia berlari lari dengan kincir angin di tangannya.

Luhan bersandar di kelukan leherku, menikmati udara segar. “ Hanna cepat sekali besar.”

“ Dia sudah berumur enam tahun. Keapa enam tahun seolah berjalan dengan begitu cepat? Ini seperti baru kemarin dia masih berumur 3 bulan dan menangis setiap saat.” Luhan tertawa pelan. Luhan memlukku. “ Terima kasih Sehun.”

“ Untuk liburan ini? Tidak masalah, aku ..”

“ Bukan. Bukan itu.” Koreksi Luhan

“ lalu?”

Luhan tersenyum. Senyuman yang membuatku jatuh cinta padanya sembilan tahun yang lalu.

“ Terima kasih sudah membuatku bahagia. Aku bahagia karena ada kau dan Hanna.”

Bagiku apapun akan aku lakukan untuk membuat Luhan bahagia. Tidak akan pernah ada kata cukup. Aku janji akan terus membahagiakannya, membahagiakn Luhan.. dan Hanna..

***

Hari senin.

Hari ini Hanna bilang pada Luhan bahwa orang tua Xiumin mengajaknya, Zitao, dan beberapa teman yang lain pergi ke kebum binatang. Luhan menggigit bibirnya, peresaan ragu melepas izin.

“ Bolehkan ayah Han? Kumohon.” Rajuk Hanna menarik narik celemeknya.

“ Entahah Hanna.. ayah tidak yakin..”

“ Aman kok. Ayah Xiumin yang menyetir dan menjaga kami disana. Ayolah. Hanna belum pernah melihat lumba lumba.”

Luhan melirik ke arahku, memohon bantuanku. ‘ katakana tidak Sehun. Katakana Tidak.’

“ Kita bisa pergi di akhir pekan Hanna. Bersama ayah Han dan ayah Hun.” Kataku

Hanna duduk di pangkuanku, memeluk leherku. Mata itu mulai mengerjap sambil memohon. “ Tapi pertunjukan lumba lumbanya hanya hari senin.”

Aku mengembalikan tatapan pada Luhan. Hanna terus berkata ‘kumohon, please, ayolah’ membuat pendirianku runtuh.

Luhan mengizinkannya.

“ Tapi ingat, jangan dekati binatang binatang itu. Jangan memasukkan tanganmu ke kandang, walaupun itu hewan terjinak sekalipun. Mengerti!”

“ Mengerti!” sorak Hanna dan memeluk Luhan lebih lama dari biasanya.

“ Aku berangkat sekarang ayah.”

Mobil Xiumin besar. Beberapa anak di dalamnya terlihat senang dengan kedatangan Hanna. Seperti biasa Luhan mencium Hanna sebelum anak itu pergi dan melambaikan tangan.

“ Goodbye!”

Hanna pintar berbahasa Inggris, namun tampaknya kali ini dia salah menggunakan kata. Seharusnya ‘ see you’ yang berarti sampai jumpa. Bukan ‘goodbye’ yang berarti selamat tinggal.

Perasaan Luhan tidak enak.

Gadis kecilnya tidak bermaksud mengucapkan kata ‘goodbye’, dia tidak mengucapakan kata perpisahan dengan sengaja.

Tapi kecelakaan itu juga tidak disengaja.

Mobil Hyundai milik Xiumin tertabrak truk besar saat perjalanan pulang. Ada delapan orang di dalamnya.

Dua orang luka ringan, lima luka berat, dan satu tewas di tempat.

Hanna.

Korban meninggal kecelakaan maut itu.

Luhan merasakan tubuhnya berubah jadi setumpuk pasir. Tak ada tulang yang menyanggah tubuhnya untuk tetap berdiri. Dan kata kata dokter itu menyeruak ke dalam telinga kami.

“ maaf”

Luhan tidak percaya. Begitupun aku yang memeluknya. Luhan meronta dengan seluruh kekuatan yang ada.

“ Tidak! Itu bukan Hanna anak kita, iya kan Sehun? Katakan itu bukan Hanna. Mereka pasti salah.”

Aku juga berharap bahwa berita ini hanya bohong, ini merupakan kesalahan terbesar dan ini tidak lucu. Sosok yang di bawah kain putih itu bukan Hanna.

“ Aku baru memegang tangannya tadi pagi, aku baru memasak untuknya tadi pagi, aku baru memeluk dan menciumnya. Ini tidak mungkin.. jangan ambil Hanna..kumohon..”

aku berharap seribu kali dalam hati. Aku berharap Tuhan tidak mengambil Hanna, jiwa luhan. hidup kami akan berbeda tanpa Hanna.

Tetapkan terasa bahagia seperti dulu?

Berbeda

Ini tentu berbeda.

Terasa ada ruang kosong di apartment kami. Aku merasa kekosongan yang nyata. Luhan terus berada di kamar Hanna. Luhan mengaku belum pernah pergi ke pemakama sekalipun, dan pemakaman pertama yang dia datangi adalah pemakaman anaknya.

“ Kenapa? Dari banyaknya orang kenapa harus Hanna, kenapa bukan Zitao, Xiumin, ataupun siapapun itu. Kenapa harus Hanna?”

Kenapa itu juga yang aku pikirkan. Aku tak bisa merelakan kepergiannya seperti ini. Tidak disaat aku mulai menyayangi Hanna.

“ Sehun, aku tidak mau Hanna pergi. Kembalikan Hannaku. Aku aka melakukan apapun agar Hanna bisa kembali.”

Tangis Luhan menemaniku sepanjang malam. Setiap hari.

Tiada henti.

Kutukankah ini semua?

Karmakah?

Aku memang pernah berharap Hanna pergi, menghilang dari hidupku. Aku benci anak itu. Dulu tidak ada secuil perasaan sayang bahkan aku pernah hampir membunuhnya karena keegoisanku. Disaat seperti ini aku berharap perasaan itu kembali. Aku harusnya tertawa senang karena kepergian Hanna, aku dapat berdua lagi dengan Luhan.

Tapi itu adalah Sehun yang dulu.

Sehun yang sekarang adalah Sehun yang menyayangi Hanna dan memasang gambar Hanna di kantornya. Aku pernah mewujudkan gambar itu jadi kenyataan.

Tapi gadis di gambar itu tidak ada lagi.

Dia sudah pergi.

Menyisakan aku dan Luhan berdua.

Luhan tak jarang bangun tengah malam saat hujan deras di sertai petir. Dia berlari ke kamar Hanna. Takut petirnya akan membuat Hanna ketakutan.

Lalu kosong.

Kamar itu kosong.

Tidak ada Hanna yang meringkuk ketakutan disana. Hanya ada kasurnya yang kosong. sepi.

Luhan juga bangun pukul lima. Dia menyiapkan sarapan untuk Hanna. Menunggu Hanna keluar dari kamar. Namun sampai puluk tujuh…

Hanna tidak pernah keluar dari sana.

Luhan gelisah. Luhan mondar mandir saat pukul enam sore. “ Kemana perginya Hanna? Apa dia bermain di rumah Xiumin? Sehun bisakah kau menjemput Hanna?”

Aku menatap Luhan sedih. Rasanya ingin mengatakan Hanna tidak ada disana. Hanna sudah tidak ada lagi.

“ apa dia sudah makan? Sebentar lagi makan malam. Kenapa Hanna belum pulang?”



Pagi itu juga, hari saptu. Luhan tiba tiba membangunkanku pukul enam pagi.

“ Sehun, ayo bangun.”

“ ada apa Lu, ini masih pagi.”

“ Apa kau tidak ingat, hari ini kau berjanji membawa Hanna ke kebun binatang.”

Aku menghela nafas, terpaksa berbohong.

“ Besok Luhan, kita pergi besok,”

“ Benarkah? Bukan hari ini?”

“ Bukan Luhan, besok..”
Aku menyelimuti tubuh Luhan lagi dan kembali tidur.

Ya besok.

Hari esok yang tak pernah datang.

Aku memluk tubuh Luhan erat. Setelah setahun berlalu,baru pertama kalinya aku meneteskan air mata. Sudah satu tahun sejak kepergian Hanna. Mereka bilang tidak ada yang bisa di perbuat dengan otak Luhan yang terus berdelusi – menganggap Hanna sang anak masih bersama kami.

“ Aku mencintaimu, juga menyayangi Hana.” Bisikku di telinga Luhan


Karmakah ini?

Apa ini balasan dari Tuhan atas segala dosa kami? Atas perilaku menyimpang kami?

Kalau ini karma.. kenapa harus mereka yang menaggung,

Kenapa harus Hanna?

Kenapa harus Luhan?

Tuhan.. karma berikutnya biar aku saja yang menaggung.


No comments:

Post a Comment