Kris tak pernah menganggap hidup ini
sulit sebelumnya. Ia selalu menikmati apa yang ia jalani, maka dari
itu tak ada hal yang terlalu berat yang ia rasakan. Setelah lulus
dari Universitas, dia memiliki sebuah ambisi yang memang telah
ayahnya janjikan padanya.
Ia ingin menjadi pemimpin perusahaan
keluarga.
Kris lulus dengan nilai yang cukup
memuaskan. Hal itu lagi lagi membuat ia sangat yakin tak ada hal
sulit di dunia ini. Kuncinya hanya satu. Kemauan.
Sebulan setelah lulus, Kris dipanggil
ayahnya untuk memenuhi janji yang telah mereka buat. Tentu saja, Kris
dengan senang hati memenuhinya.
“ Kuanggap kau sudah dewasa dan sudah
saatnya kau memimpin perusahaan.” Ucap ayahnya
Kris menggangguk pasti. Wajah teduh
ayahnya selalu membuatnya optimis, jika dia akan mampu membuat
perubahan yang lebih baik untuk kemajuan perusahaan dimasa depan.
“ Tapi sebelumnya aku ingin kau
menikah dengan seseorang.”
Wajah Kris berkerut.
“ Menikah?”
ayahnya mengangguk.
“ Ya. Menikah. Agar kau dapat
menjalani harimu dengan lebih mudah setelah itu.”
Well, Kris memang pastas untuk
terkejut. Mereka belum pernah membicarakan soal ini sebelumnya.
“ Dia gadis yang baik.” Celetuk
ibunya.
“ Apa ini adalah perjodohan?”
Ayahnya menghela nafas..
“ Ya. Anggap saja ini sebuah
perjodohan.”
“ Bagaiamana bisa? Apa yang kalian
harapkan dari pernikahan ini? Aku tidak mencintainya. Mengenalnya
saja tidak.”
“ Maaf Kris tapi ini sudah menjadi
keputusan ayah, kau tidak bisa memimpin perusahaan jika tidak
menikahinya.”
***
Kris terpaksa menerima perjodohan ini.
Tak perlu sesi pengenalan, karena ia yakin dengan apa yang dikatakan
ibunya ‘ dia gadis yang baik’.
Terbilang hanya dua kali dia bertemu
dengan calon istrinya. Saat fitting baju pengantin dan sekarang- saat
upacara pernikahan mereka.
Acara pernikahan Kris terbilang cukup
sederhana. Tidak ada pesta mewah. Hanya dihadiri kerabat dekat saja.
Baik Kris maupun Hana, wanita yang dijodohkan dengan Kris, sama
sekali tidak protes.
Sesaat setelah upacara pernikahan, Kris
menyadari satu hal. Bahwa sejak pertama bertemu Hana, dia tak pernah
melihat gadis itu berbicara. Dia baru menyadari jika dia baru saja
menikahi gadis bisu.
Kris tak menyadari secara langsung
perubahan dalam hidupnya. Setelah hari pernikahan dia diharuskan
untuk tinggal dirumahnya sendiri bersama Hana.
Seperti yang ibunya katakan, Hana
memang wanita yang baik. Kris juga berfikiran hal yang sama.
Dan dimalam yang sama, Kris melakukan
tugasnya sebagai ‘suami’. Ini merupakan pengalaman pertamanya.
Dan dia melakukannya dengan wanita yang masih dia anggap asing.
Terasa sedikit aneh memang.
Di hari selanjutnya, semua kehidupannya
berangsur berubah tanpa ia sadari.
***
“ Aku akan pulang sedikit larut ,
malam ini. Jadi kau tak usah menungguku makan malam.” Ujar Kris
saat sarapan
Hana mengangguk
Kris menyelesaikan sarapannya dengan
cepat lalu dia bangkit. Menggapai tas hitamnya dan beranjak
meninggalkan ruang makan.
“ Aku pergi”
Hana mengikutinya. Ia berdiri di depan
pintu sambil menggerakkan jemarinya ke udara.
Jika Kris dapat mengartikannya, saat
itu Hana tengah mengatakan ‘hati hati’ padanya. Namun sayangnya
Kris tidak mengerti apapaun disana.
Ia hanya mengangguk - seolah paham
artinya – lalu melenggang pergi.
Tanpa Kris ketahui, Hana adalah wanita
yang sangat rajin. Setiap harinya setelah dia membersihkan setiap
sudut rumah dia akan pergi ke halaman dan menata beberapa hal disana.
Dari mulai menyapu, menanam bunga dan merapikan tanaman yang sudah
ada.
Ia memang tak pernah pergi kemanapun
kecuali ke supermarket atau beberapa tempat yang memang menjadi
kebutuhannya. Tapi sebagian besar waktunya memang hanya digunakan di
rumah. Berusaha menjadi istri yang baik.
Waktu berjalan dengan cepat.
Kris menghempaskan tubuhnya pada
sandaran sofa yang nyaman seraya memejamkan matanya. Hari ini memang
dia sedikit sibuk daripada biasanya. Ia renggangkan otot lehernya
yang kaku lalu menerawang menatap langit langit rumah.
Suara pergesekan antara sandal dan
lantai membuat ia menoleh pada asal suara.
Ia lihat Hana berjalan menghampirinya,
membawakan secagkir teh dan meletakkannya di atas meja.
“ Terima kasih “ ujar Kris
Ia meraih cangkir itu lalu menyesap
isinya perlahan.
Hana masih berdiri pada tempatnya.
Menunggu Kris selesai meminum teh nya dengan sabar.
Cangkir kembali Kris letakkan di atas
meja, ia menoleh pada Hana. Ia menatap wanita berparas cantik itu
datar.
“ Ada apa?” ia bertanya, masih
dengan ekspresi datar.
Hana menunduk, lalu merogoh sesuatu
dari kantung piyama yang dia pakai. Mengambil sesuatu lalu
memberikannya pada Kris.
Kris menerimanya. Sedikit mengernyit
bingung ketika ia mengetahui apa yg baru saja wanita itu berikan
padanya.
Alat tes kehamilan.
Ada dua garis merah terpampang disana.
Dua garis merah? Positif?
Kembali Kris membawa pandangannya pada
Hana.
“ Kau hamil?” Tanya Kris ragu
Hana mengangguk kecil.
Kris tersentak. Ia seolah baru tertidur
dan bermimpi. Tapi ini bukan mimpi. Hana telah hamil. Anak .. nya.
“ Kalau begitu kau jangan bekerja
terlalu lelah. Atau apa perlu kupanggil maid untukmu?”
Hana menggeleng dengan cepat disertai
dengan beberapa gerakan pada jarinya. Kris sama sekali tak mngerti
apapun dari gerakan itu. Ia menatap Hanna lagi- seolah mengerti.
“ Baiklah, tapi jangan bekerja
terlalu keras lagi. Bagaimanapun juga aku tak ingin terjadi sesuatu
pada … bayi kita.”
Darah Hana berdesir. Ia tersenyum lebar
lalu mengangguk dengan mantap.
Ia tentu akan menjaga – bayi mereka.
***
Ibu Kris datang berkunjung setelah Kris
berangkat ke kantor beberapa menit yang lalu. Ia membawa barang
barang dalam tas plastik yang dia jinjing. Cepat cepat Hana membantu
membawakannya.
“ Tidak! Kau sedang hamil.” Tolak
ibu. Ia membawa semua barang barangnya ke dapur dan meletakkannya di
atas meja. Itu semua adalah makanan yang bergizi untuk ibu hamil.
“ Adakah sesuatu yang ingin kau
makan? Ibu akan memebuatkannya untukmu.”
Hana menggeleng.
“ Kau harus makan semua ini. Jangan
lupa minum susu setiap harinya.”
Hana tersenyum. Dia menggumamkan kata
‘terima kasih’ walau tak ada suara yang keluar dari sana. Ibu
ikut tersenyum sambil membelai rambut Hana lembut.
“ Apa Kris memperlakukanmu dengan
baik? Apa dia menyiapkan sarapan untukmu? Juga membuatkan susu di
malam hari?”
Hana mengangguk tanpa ragu. Dengan
semua gerakan tangan yang sudah dimengerti ibu mertuanya, Hana
menceritakan segalanya.
Semua hal yang palsu.
Karena dalam kenyataannya Kris tak
pernah melakukan apapun untuknya. Tidak ada sarapan di pagi hari
untuknya. Tidak ada susu di malam hari, begitu juga hal hal sepele
lainnya yang mana mungkin Kris mengingat semua itu.
Kris terlalu sibuk. Terhitung dengan
jari berapa kali laki laki itu pulang ke rumah mereka. Sebagian besar
waktunya ia habiskan di perusahaan.
Perut Hana yang semakin membesarpun
luput dari perhatian laki laki itu.
Kris tak pernah bertanya, apa
kondisinya baik? Apa perutnya terasa sakit? Atau mengajaknya untuk
memeriksa kandungan pun tak pernah sekalipun terlontar.
Alasannya hanya satu.
Hal itu memalukan jika dia lakukan.
Membawa wanita bisu yang hamil
bepergian, apa kau bercanda?
***
Hana menggengam erat keranjang kuning
ditangannya. Akhir akhir ini perutnya sering sekali kontraksi. Hanna
pikir itu adalah hal yang wajar. Usia kehamilannya sudah memasuki
usia 8 bulan. Bayi dalam kandungannya pasti semakin besar pula.
Melakuakn tendangan ini dan itu adalah hal yang normal.
Ia tetap melakuakn kegiatan sehari
harinya.
Memasak di pagi hari, mencuci pakaian,
membersihkan rumah, dan mengambil jemurannya di sore hari.
Sama seperti hari ini. Ia menuju
halaman belakang dan mulai mengambil satu persatu pakaian yang
terjemur disana. Gerakannya melambat. Masih dengan alasan yang sama.
Perutnya terasa sakit. Terasa lebih berat dan juga melilit.
Hana menggigit bibir bawahnya tanpa
sadar. Seolah dengan melakukan itu ia dapat mengurangi rasa sakitnya.
Setelah semua pakaian itu berpindah ke
keranjangnya, Hana masuk kembali ke dalam rumah. Rasa sakitnya
semakin menjadi. Langkahnya terhenti. Genggaman pada sisi keranjang
terlepas begitu saja. Dia berjalan tertatih menuju sebuah kursi. Tapi
tak dapat ia lakukan. Tubuhnya merosot ke lantai bersadar pada
dinding. Ada cairan yang tiba tiba keluar dari selangkangannya lalu
menggenani lantai yang ia duduki.
Ia memgangi perutnya kuat kuat.
Hanna tak tahu apa yang terjadi. Ini
belum saatnya bayinya lahir. Ini masih 8 bulan.
Cairan itu semakin banyak keluar, dan
ia merasa matanya berkunang kunang. Tetesan air yang megalir di sudut
matanya seolah menjelaskan jika rasa sakit yang ia rasakan benar
benar menyiksanya.
***
Kris meletakkan sebuah dokumen di atas
meja. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Jam bekerja telah
berakhir. Tapi ia masih duduk di tempatnya. Tak berniat sedikitpun
untuk beranjak dari sana. Kris tengah berfikir untuk ke suatu tempat.
Kemana saja asal jangan pulang. Ia sedang tak ingin pulang.
Teringat olehnya sebuah pesan yang
dikirimkan Xiumin .
“ kami membuka toko kue baru. Kuharap
kau datang, hari ini pembukaannya.”
Mungkin pergi ke tempat Xiumin lebih
baik daripada hanya duduk di kantornya.
Di sudut toko terlihat Kris sedang
duduk disana bersama Xiumin. Matanya menatap satu persatu orang yang
lalu lalang. Di meja sebelahnya terdapat istri Xiumin yang sedang
melayani pelanggan.
“ Sayang, sudah kukatakan untuk tetap
duduk diam ditempatmu. Biar yang lain saja yang melayani pelanggan.”
Ujar Xiumin menuntun wanita itu untuk duduk bersama mereka.
“ Tak apa sayang. Aku kuat kok.”
Kris menatap jengah pada pasangan di
depannya. Xiumin tampak mengusap perut istrinya yang padahal terlihat
datar dan baik baik saja.
“ Apa baby membuatmu lelah hm?”
Xiumin bergumam tepat di depan perut istrinya.
“ Apa?” Kris mengernyit “
Baby?... bayi?”
Pertanyaan Kris membuat dua orang itu
menatap ke arahnya.
“ Ya, baby kenapa?”
“ Istrimu…”
Senyum Xiumin mengembang.
“ Maaf Kris aku lupa memberitahumu.
Istriku hamil, aku akan jadi ayah.”
Bola mata Kris membulat “ Hamil?”
Keduanya saling berpandangan.
“ Ya. Apa itu terdengar aneh. Kami
sudah menikah Kris. Lalu apa yang aneh jika istriku hamil.”
Kris mengalihkan pandangan sesaat.
“ Maaf, aku tak bermaksud.”
Xiumin menatap Kris tak mengerti, lalu
detik selanjutnya ia kembali sibuk dengan istrinya.
Mata Kris menatap lekat istri Xiumin
juga perutnya beberapa kali. Mendengar kata hamil, ia tiba tiba
teringat akan sesuatu- atau seseorang pada tepatnya.
“ Sepertinya aku harus pergi
sekarang.” Kris bangkit
“ Eung.. cepat sekali.” Tegur
Xiumin
“ Aku akan berkunjung lain kali.
Gelisah adalah perasaan yang terus
menemani Kris selama ia dalam perjalanan pulang ke rumah. Tiba tiba
saja dia teringat Hana.
Teringat Hana yang juga hamil.
Kira kira bagaimana keadaan wanita itu.
Melihat istri Xiumin membuat ia merasa khawatir pada Hana. Ia
berfikir sudah berapa bulan usia kehamilannya.
Astaga, ada apa dengan dirinya.
Kris mempercepat laju mobilnya. Sedikit
tergesa gesa saat membuka pintu mobil lalu berlari menuju pintu.
“ HANA…” pangilnya
Kris memasuki kamar dan tak mendapati
siapapun disana. Ia berjalan lagi mengitari ruang tegah dan berakhir
di dapur.
Matanya terbelalak ketika mendapati
Hana disana.
Tidak baik
Wanita itu duduk di lantai sambil
memegangi perutnya. Tak merespon ketika Kris memanggil namanya bahkan
saat laki laki itu mendekat kearahnya.
Kris sedikit mengguncang tubuh Hana.
Hana tak bergeming. Mata Kris mengikuti arah air yang tergenang
disekitar tubuh Hanna sekali lagi matanya terbelalak.
Yang ia tahu, itu seperti air ketuban
yang pecah.
Nyaris mongering
Berapa lama Hana berada disana?
Tak ingin mengulur waktu, Kris bergegas
membopong Hana lalu membawanya ke mobil.
“ Bertahanlah.. aku mohon.”
***
Kris memang laki laki yang pintar dalam
bidang akademik, namun begitu bodoh dalam hal seperti ini.
Beberapa menit yang lalu setelah ia
membawa Hana menuju Rumah Sakit, pihak disana langsung membawanya ke
UGD lalu dipindahkan ke ruang operasi. Kris tak paham. Dokter hanya
mengatakan Hana akan segera melahirkan Ia menandatangani beberapa
dokumen tanpa membacanya terlebih dahulu. Kris sama sekali tak peduli
pada isinya.
Ia semakin gelisah. Duduk dibangku
tunggupun membuatnya semakin tak nyaman. Derap langkah yang
mendatanginya membuat dia menoleh. Ia mendapati sosok ibunya yang
berlari menuju kesana.
“ Apa yang terjadi?” cerca ibunya
“ Dokter bilang Hanna akan
melahirkan.”
“ Apa? Bagaimana bisa, ini masih 8
bulan?”
Kris terkejut.
Ia menyadari bahwa ia tak tahu apapun
tentang Hana.
Rasa penyesalan tiba tiba
melingkupinya.
Seorang dokter keluar dari ruang
operasi. Seditit mengusap peluh disekitar pelipisnya. Raut wajah Kris
dan Ibunya masih tampak gelisah.
“ Bagaiman istri dan anak saya
dokter?”
Dokter menghela nafas pelan sebelum
membuka mulutnya.
“ Kami memiliki dua kabar.” Ia
memulai “ Istri anda baru saja melahirkan bayi laki laki. Tak ada
masalah yang berarti dengan keadaan bayinya.”
Kris menghela nafas lega, begitu juga
ibunya. Hatinya begitu lega mendengar penjelasan dari dokter.
Kris menyadari mulai hari ini hidupnya
tak akan sama. Ia telah menjadi seorang ayah. Terucap sebuah janji
dalam hatinya jika ia akan menjadi ayah yang baik. Setelah ini juga,
ia kaan mengulang semuanya dari awal, bersama Hana.
“ Tapi..” dokter melanjutkan. “
Detak jantung ibunya sudah melemah saat dibawa ke rumah sakit.”
“ Apa?”
“ Maafkan kami. Tapi ibunya tak bisa
diselamatkan.”
DEG
Satu dentuman keras mengenai tepat di
dada Kris. Apa.. yang barusan dokter katakana. Hana…
“ Maaf, ibunya tak bisa kami
selamatkan.”
“ Jangan bercanda!!” suara ibu Kris
meninggi. Ia menatap dokter tak percaya lalu mengalihkan pandangannya
pada Kris “ Apa yang terjadi? Apa yang terjadi padanya?”
Seperti orang bisu, Kris tak
mengeluarkan satu katapun dari mulutnya. Lidahnyakelu.
Hanna…
“ Mengapa Hana bisa melahiran
premature? Apa kau tak menjaganya dengan baik?”
“ Ibu- “
“ Aku berhutang banyak pada orang
tuanya. Kau bahkan tidak bisa sekolah jika tidak mendapat bantuan
dari orang tuanya. Setidaknya kau bisa sedikit membalas budi mereka
Kris.”
Kris tak mampu menjawab. Ia sebenarnya
tak mengerti apa yang ibunya bicarakan.
“ Kita bisa hidup dengan baik karena
mereka.. mereka bahkan tak sungkan meminjamkan banyak uang pada
ayahmu saat perusahaan akan bangkrut. Apa salahnya kau memperlalukan
Hanna dengan baik huh?”
Kris membisu. Air matanya mengalir
deras dari sudut matanya. Ia menyesal.. sangat.
***
Angin berhembus sepoi sepoi meniup
helaan rambut laki laki yang berdiri tegak di depan sekolah taman
kanak kanak. Senyumannya berkembang melihat bocah kecil berlari ke
arahnya.
“ Ayah!”
dengan cepat laki laki itu berjongkok
dan menerima pelukan dari buah hatinya.
“ Bagaimana sekolahnya sayang?
Menyenangkan?”
Itu adalah pertanyaan wajib yang harus
selalu ia lontarkan. Dalam pelukannya anak laki laki itu mengangguk,
lalu melepaskan pelukan tangan mungilnya. Ia memperlihatkan sesuatu
pada ayahnya.
“ Lee saem bilang, ini adalah hari
ibu. Jadi Luhan membuat ini untuk ibu. Bagaimana menurut ayah?”
Kris memperhatikan lekat gambar pada
kertas putih yang Luhan tunjukkan padanya. Itu sebuah gambar yang
jika dilihat sekilas seperti coretan khas anak anak pada umumnya.
Diwarnai dengan crayon warna warni di setiap objeknya. Ada objek
seseorang disana. Seseorang yang terlihat duduk di bawah pohon.
Disudut kertas terbawah ada sebuah tulisan menggunakan crayon juga ‘
Selamat hari ibu. Luhan mencintaimu.’
Kris menarik sebuah senyuman.
“ Ini bagus sekali sayang”
“ Benarkah?”
Laki laki itu mengangkat wajahnya. Ia
masih tersenyum lalu mengecup pucuk kepala anaknya.
“ Ini bagus sekali”
“ Terima kasih Ayah.”
Ia menggulung kembali kertas itu lalu
mengakat tubuh anaknya untuk dia gendong.
“ Ayo temple di kamarmu.”
Yang berada dalam gendongan mengangguk
semangat.
“ Luhan ingin bertemu ibu,
bolehkanh?”
laki laki itu mengangguk. “ Ayo kita
temui ibumu.”
Hari berlalu dengan cepat. Terlalu
cepat dan Kris baru menyadariitu kala dia sendiri. Ini sudah hamper
memasuki tahun kelima ia bersama dengan Luhan kecilnya. Dan selama
itu pula dia kehilangan Hana. Satu hal yang masih tidak dapat ia
pungkiri dalam hidupnya.
Ia begitu menyesal.
Terhitung lebih dari satu tahun dia
hidup bersama wanita bisu itu. Dan semua berlalu begitu cepat.
Terlalu cepat, bahkan Kris tak sempat melakukan sesuatu untuknya.
Ia bahkan bersikap tak baik padanya
selama ii. Tak pernah menatap wanita itu dengan hatinya. Ia begitu
acuh. Tak peduli.
Pada tempatnya, Kris hanya mampu
menahan rasa bersalah yang begitu mendalam. Matanya menatap sejjurus
pada seorang bocah laki laki yang sibuk memilih beberapa bunga aster
dan mawar di toko bunga itu.
Memang Kris yang mengatakan jika ibu
Luhan menyukai dua bunga tersebut. Meski dalam kenyataannya Kris sama
sekali tak tahu apa apa tentang wanita itu. Sedikitpun tak tahu. Ia
hanya menemukan beberapa tanaman mawar dan aster dipekarangan
rumahnya. Kris tak pernah menanamnya. Kemungkinan besar Hana lah yang
menanam, dan akhirnya Kris berbohong pada Luhan jika itu adalah bunga
favorit ibunya.
Hari ini adalah hari kesekian kalinya
ia mengajak Luhan kecil mengunjungi ibu-nya. Tahun lalu saat umurnya
baru menginjak empat tahun Luhan memaksanya menjawab pertanyaan “
Dimana ibu?”
Ia telah masuk sekolah TK dan selalu
mendapati beberapa temannya selalu diantar jemput oleh ibu mereka.
Sedang Luhan sendiri selalu diantar-jemput oleh ayahnya. Dan tak
pernah sekalipun sosok ibu melakukan itu padanya.
Saat itu Kris hanya memikirkan satu
hal.
“ Ibu ada di surga.”
Dan kata surga itulah yang membuat
Luhan tak pernah bertanya lagi mengenai dimana ibu setelah itu.
“ Ayah bilang ibu di surga bukan?”
Tanya Luhan disampingnya
Kris mengagguk.
Seperti kebiasaannya setiap kali
berkunjung, Luhan kecil mengusap batu yang mengukir nama ibu-nya
dengan lembut dan menciumya dengan sayang.
“ Kalau begitu aku ingin ke surga
untuk bertemu ibu, boleh?”
Kris tak menjawab. Ia pandangi bola
mata anaknya dalam. Mata yang jernih dan polos saat bertatapan dengan
mata miliknya. Ia sempat berfikir. Apa Hana juga menatapnya seperti
ini? Ia bahkan tak tahu bagaimana Hana itu.
“ Mengapa Luhan ingin bertemu ibu?”
“ Luhan ingin mengatakan , Luhan
sayang sekali dengan ibu. Luhan ingin memeluknya seperti yang sering
Kai lakukan. Luhan juga ingin makan ice cream bersama ibu.”
Wajar jika Luhan ingin seperti teman
sekolahnya. Ia tak pernah merasakan belaian kasih sayang dari ibunya
sama sekali. Perasaan anak itu…
Kris menarik tubuh Luhan untuk masuk ke
dekapannya. Ia pejamkan matanya perlahan.
“ Ayah menyayangimu Lu.”
“Luhan juga sayang ayah.”
***
Malam itu pukul sembilan. Di ruang
tengah Kris sedang bersenandung kecil dengan memeluk Luhan di
gendongannya . Ini memang kebiasaan yang dia lakukan agar Luhan dapat
memejamkan matanya.
Luhan tak lagi bergeming dalam dekapan
ayahnya. Mungkin dia telah tertidur. Kris melangkahkan kakinya
menuju ke kamarnya dan membaringkan Luhan dengan hati hati di atas
ranjang.
Kris tidak langsung tertidur setelah
itu. Ia membuka laci yang ada di samping tempat tidurnya dan
mengambil beberapa lipatan kertas kecil disana dan kembali membaca
isinya.
‘ Selamat pagi Kris. Adakah yang
ingin kamu makan pagi ini, aku bisa membuatnya untukmu.’
‘ Hari ini langit cerah sekali,
kemeja biru kurasa cocok untukmu.’
‘ Hati hati di jalan’
‘ Ibu datang dan membawakan kepiting,
aku hanya perlu memanaskannya sebentar lalu kau dapat memakannya.
Rasanya sedikit pedas.’
‘ Kau terlihat lelah, mau kubuatkan
teh?”
‘ Terima kasih. Tentu aku akan
menjaga bayi kita.’
‘ Aku ingin menanam bunga di
halaman, bolehkah?”
‘ Tiba tiba aku ingin makan paha
ayam. Aku ingin pergi ke supermarket. Adakah yang kau inginkan? Aku
akan membelikannya untukmu.’
‘ Kemarin kau tak pulang lagi.’
‘ Aku akan membeli beberapa baju bayi
sekarang.’
‘ Aku akan ke dokter untuk
memeriksakan kandungan. Mungkin aku akan pulang terlanbat.’
Kris telah membacanya berkali kali, dan
ia sama sekali tak merasa bosan.
Itu merupakan sebuah stick note yang ia
yakin sengaja Hana tulis untuknya. Hanya beberapa pesan bodoh yang
tak pernah Kris lihat. Ia menemukan semua kertas kertas itu di dalam
laci, masih dengan lipatan yang rapi.
Kris memejamkan matanya. Dengan begitu
dia berharap bisa menemukan sosok Hana dalam benaknya. Sayang sekali
ia gagal. Tidak pernah ada Hana dalam ingatannya. Kris juga tak punya
foto Hana. Hanya foto pernikahan mereka yang didominasi rasa
kepalsuan dirinya. Harusnya ia mengambil lebih banyak foto wanita
itu.
Kris sama sekali tak punya kenangan
tentang Hana.
Rasanya ingin sekali ia kembali ke masa
lalu, ingin menjawab semua pesan yang Hana tulis untuknya.
Menemaninya. Menjaganya. Tapi nasi telah menjadi sushi. Semua sudah
terlambat dan tak akan pernah kembali.
Kris menghela nafas dalam, rasanya
sesak. Ia kembali memasukkan kertas itu dalam laci. Ia mengalihkan
pandangannya pada Luhan yang tertidur pulas. Ia usap rambut anak itu
dengan lembut dan mengecupnya di beberapa titik.
“ Selamat tidur sayang. Ayah
menyayangimu.”