Thursday, 17 July 2014

MIE AKHIRAT : Nikmatnya Surga, Pedasnya Neraka






Hai Reader…

Aku kembali dengan info kuliner ni. Kali ini aku akan mereview tentang Mie Akhirat.
Letak kedainya ada di Jl. PROGO, 10 Surabaya, Sebelah Taman Bungkul. Bagi yang sering ke Taman Bungul, jangan lupa mampir ke kedai Mie Akhirat.

Seperti slogannya ‘ Nikmatnya Surga , Pedasnya Neraka’ , Mi Akhirat ini menawarkan 2 menu utama yakni Mie Surga dan Mie Neraka, serta beberapa pilihan menu lainnya seperti ramen akhirat, sup ceker, dll. Tapi aku akan membahas Khusus menu utama aja ya.

Mie Surga-nya berwarna putih. Mungkin warna ini dipilih karena hanya orang orang yang berhati suci ( putih) yang bisa masuk surga. Unik juga ya filosofinya. Tapi dari segi rasa, ga ada yang special dari Mie Surga ini. Rasanya seperti mie ayam biasa. ga senikmat slogannya kok.





untuk Mie Neraka-nya sendiri lumayan lah. Mie Neraka ini sejenis Mie Setan, Mie yang rasanya pedes banget gitu. tapi kita bisa pilih sendiri kok level kepedasannya. Level 1nya setara dengan 1 sendok sambal. Untuk tiap level dari makanan yang dipesan dikenakan biaya. Untuk level 1-2 dikenakan biaya tambahan Rp. 1000 , level 3-4 dikenakan biaya tambahan Rp.2000, level 5-6 Rp. 3000, level 6-7 Rp. 4.000 , level 8-10 Rp. 5.000. Rasa pedasnya juga masih dibilang aman kok, ga terasa sengak dan ga bikin mules ( mungkin karena aku pilih level standar kali ya – level 5 )








 


Uniknya Mie Neraka ini adalah warna mienya yang berwarna hitam. Sesuai lah dengan namanya, warna hitam seperti kelamnya neraka. Warna hitam ini berasal dari merang padi yang di campurkan ke dalam adoan pembuat mienya. Rasanya unik, sedap kalo kata orang Jawa, mie nya seperti ada sensasi di panggangnya.

Someday aku pengen coba Ramen akhiratnya, sebenarnya pengen coba sekalian tapi sayangnya perutnya uda ga muat, jadi lain kali aja.

Overall, aku suka , mie Nerakanya enak, walo Cuma sekedar enak bukan yang enak banget. Aku kasih angka 7 dari 10.


Usai maka di kedai Mie Akhirat , sekalian yuk jalan jalan ke Taman Bungkul..







GOODBYE



Kris tak pernah menganggap hidup ini sulit sebelumnya. Ia selalu menikmati apa yang ia jalani, maka dari itu tak ada hal yang terlalu berat yang ia rasakan. Setelah lulus dari Universitas, dia memiliki sebuah ambisi yang memang telah ayahnya janjikan padanya.

Ia ingin menjadi pemimpin perusahaan keluarga.

Kris lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Hal itu lagi lagi membuat ia sangat yakin tak ada hal sulit di dunia ini. Kuncinya hanya satu. Kemauan.

Sebulan setelah lulus, Kris dipanggil ayahnya untuk memenuhi janji yang telah mereka buat. Tentu saja, Kris dengan senang hati memenuhinya.


 
“ Kuanggap kau sudah dewasa dan sudah saatnya kau memimpin perusahaan.” Ucap ayahnya

Kris menggangguk pasti. Wajah teduh ayahnya selalu membuatnya optimis, jika dia akan mampu membuat perubahan yang lebih baik untuk kemajuan perusahaan dimasa depan.

“ Tapi sebelumnya aku ingin kau menikah dengan seseorang.”

Wajah Kris berkerut.

“ Menikah?”

ayahnya mengangguk.

“ Ya. Menikah. Agar kau dapat menjalani harimu dengan lebih mudah setelah itu.”

Well, Kris memang pastas untuk terkejut. Mereka belum pernah membicarakan soal ini sebelumnya.

“ Dia gadis yang baik.” Celetuk ibunya.

“ Apa ini adalah perjodohan?”

Ayahnya menghela nafas..

“ Ya. Anggap saja ini sebuah perjodohan.”

“ Bagaiamana bisa? Apa yang kalian harapkan dari pernikahan ini? Aku tidak mencintainya. Mengenalnya saja tidak.”

“ Maaf Kris tapi ini sudah menjadi keputusan ayah, kau tidak bisa memimpin perusahaan jika tidak menikahinya.”

***

Kris terpaksa menerima perjodohan ini. Tak perlu sesi pengenalan, karena ia yakin dengan apa yang dikatakan ibunya ‘ dia gadis yang baik’.

Terbilang hanya dua kali dia bertemu dengan calon istrinya. Saat fitting baju pengantin dan sekarang- saat upacara pernikahan mereka.

Acara pernikahan Kris terbilang cukup sederhana. Tidak ada pesta mewah. Hanya dihadiri kerabat dekat saja. Baik Kris maupun Hana, wanita yang dijodohkan dengan Kris, sama sekali tidak protes.

Sesaat setelah upacara pernikahan, Kris menyadari satu hal. Bahwa sejak pertama bertemu Hana, dia tak pernah melihat gadis itu berbicara. Dia baru menyadari jika dia baru saja menikahi gadis bisu.

Kris tak menyadari secara langsung perubahan dalam hidupnya. Setelah hari pernikahan dia diharuskan untuk tinggal dirumahnya sendiri bersama Hana.

Seperti yang ibunya katakan, Hana memang wanita yang baik. Kris juga berfikiran hal yang sama.

Dan dimalam yang sama, Kris melakukan tugasnya sebagai ‘suami’. Ini merupakan pengalaman pertamanya. Dan dia melakukannya dengan wanita yang masih dia anggap asing. Terasa sedikit aneh memang.

Di hari selanjutnya, semua kehidupannya berangsur berubah tanpa ia sadari.

***

“ Aku akan pulang sedikit larut , malam ini. Jadi kau tak usah menungguku makan malam.” Ujar Kris saat sarapan

Hana mengangguk

Kris menyelesaikan sarapannya dengan cepat lalu dia bangkit. Menggapai tas hitamnya dan beranjak meninggalkan ruang makan.

“ Aku pergi”

Hana mengikutinya. Ia berdiri di depan pintu sambil menggerakkan jemarinya ke udara.
Jika Kris dapat mengartikannya, saat itu Hana tengah mengatakan ‘hati hati’ padanya. Namun sayangnya Kris tidak mengerti apapaun disana.

Ia hanya mengangguk - seolah paham artinya – lalu melenggang pergi.




Tanpa Kris ketahui, Hana adalah wanita yang sangat rajin. Setiap harinya setelah dia membersihkan setiap sudut rumah dia akan pergi ke halaman dan menata beberapa hal disana. Dari mulai menyapu, menanam bunga dan merapikan tanaman yang sudah ada.

Ia memang tak pernah pergi kemanapun kecuali ke supermarket atau beberapa tempat yang memang menjadi kebutuhannya. Tapi sebagian besar waktunya memang hanya digunakan di rumah. Berusaha menjadi istri yang baik.



Waktu berjalan dengan cepat.


Kris menghempaskan tubuhnya pada sandaran sofa yang nyaman seraya memejamkan matanya. Hari ini memang dia sedikit sibuk daripada biasanya. Ia renggangkan otot lehernya yang kaku lalu menerawang menatap langit langit rumah.

Suara pergesekan antara sandal dan lantai membuat ia menoleh pada asal suara.
Ia lihat Hana berjalan menghampirinya, membawakan secagkir teh dan meletakkannya di atas meja.

“ Terima kasih “ ujar Kris

Ia meraih cangkir itu lalu menyesap isinya perlahan.

Hana masih berdiri pada tempatnya. Menunggu Kris selesai meminum teh nya dengan sabar.

Cangkir kembali Kris letakkan di atas meja, ia menoleh pada Hana. Ia menatap wanita berparas cantik itu datar.

“ Ada apa?” ia bertanya, masih dengan ekspresi datar.

Hana menunduk, lalu merogoh sesuatu dari kantung piyama yang dia pakai. Mengambil sesuatu lalu memberikannya pada Kris.

Kris menerimanya. Sedikit mengernyit bingung ketika ia mengetahui apa yg baru saja wanita itu berikan padanya.

Alat tes kehamilan.

Ada dua garis merah terpampang disana.

Dua garis merah? Positif?

Kembali Kris membawa pandangannya pada Hana.

“ Kau hamil?” Tanya Kris ragu

Hana mengangguk kecil.

Kris tersentak. Ia seolah baru tertidur dan bermimpi. Tapi ini bukan mimpi. Hana telah hamil. Anak .. nya.

“ Kalau begitu kau jangan bekerja terlalu lelah. Atau apa perlu kupanggil maid untukmu?”

Hana menggeleng dengan cepat disertai dengan beberapa gerakan pada jarinya. Kris sama sekali tak mngerti apapun dari gerakan itu. Ia menatap Hanna lagi- seolah mengerti.

“ Baiklah, tapi jangan bekerja terlalu keras lagi. Bagaimanapun juga aku tak ingin terjadi sesuatu pada … bayi kita.”

Darah Hana berdesir. Ia tersenyum lebar lalu mengangguk dengan mantap.

Ia tentu akan menjaga – bayi mereka.



***

Ibu Kris datang berkunjung setelah Kris berangkat ke kantor beberapa menit yang lalu. Ia membawa barang barang dalam tas plastik yang dia jinjing. Cepat cepat Hana membantu membawakannya.

“ Tidak! Kau sedang hamil.” Tolak ibu. Ia membawa semua barang barangnya ke dapur dan meletakkannya di atas meja. Itu semua adalah makanan yang bergizi untuk ibu hamil.

“ Adakah sesuatu yang ingin kau makan? Ibu akan memebuatkannya untukmu.”

Hana menggeleng.

“ Kau harus makan semua ini. Jangan lupa minum susu setiap harinya.”

Hana tersenyum. Dia menggumamkan kata ‘terima kasih’ walau tak ada suara yang keluar dari sana. Ibu ikut tersenyum sambil membelai rambut Hana lembut.

“ Apa Kris memperlakukanmu dengan baik? Apa dia menyiapkan sarapan untukmu? Juga membuatkan susu di malam hari?”

Hana mengangguk tanpa ragu. Dengan semua gerakan tangan yang sudah dimengerti ibu mertuanya, Hana menceritakan segalanya.

Semua hal yang palsu.

Karena dalam kenyataannya Kris tak pernah melakukan apapun untuknya. Tidak ada sarapan di pagi hari untuknya. Tidak ada susu di malam hari, begitu juga hal hal sepele lainnya yang mana mungkin Kris mengingat semua itu.

Kris terlalu sibuk. Terhitung dengan jari berapa kali laki laki itu pulang ke rumah mereka. Sebagian besar waktunya ia habiskan di perusahaan.

Perut Hana yang semakin membesarpun luput dari perhatian laki laki itu.

Kris tak pernah bertanya, apa kondisinya baik? Apa perutnya terasa sakit? Atau mengajaknya untuk memeriksa kandungan pun tak pernah sekalipun terlontar.

Alasannya hanya satu.

Hal itu memalukan jika dia lakukan.

Membawa wanita bisu yang hamil bepergian, apa kau bercanda?

***

Hana menggengam erat keranjang kuning ditangannya. Akhir akhir ini perutnya sering sekali kontraksi. Hanna pikir itu adalah hal yang wajar. Usia kehamilannya sudah memasuki usia 8 bulan. Bayi dalam kandungannya pasti semakin besar pula. Melakuakn tendangan ini dan itu adalah hal yang normal.

Ia tetap melakuakn kegiatan sehari harinya.

Memasak di pagi hari, mencuci pakaian, membersihkan rumah, dan mengambil jemurannya di sore hari.

Sama seperti hari ini. Ia menuju halaman belakang dan mulai mengambil satu persatu pakaian yang terjemur disana. Gerakannya melambat. Masih dengan alasan yang sama. Perutnya terasa sakit. Terasa lebih berat dan juga melilit.

Hana menggigit bibir bawahnya tanpa sadar. Seolah dengan melakukan itu ia dapat mengurangi rasa sakitnya.

Setelah semua pakaian itu berpindah ke keranjangnya, Hana masuk kembali ke dalam rumah. Rasa sakitnya semakin menjadi. Langkahnya terhenti. Genggaman pada sisi keranjang terlepas begitu saja. Dia berjalan tertatih menuju sebuah kursi. Tapi tak dapat ia lakukan. Tubuhnya merosot ke lantai bersadar pada dinding. Ada cairan yang tiba tiba keluar dari selangkangannya lalu menggenani lantai yang ia duduki.

Ia memgangi perutnya kuat kuat.

Hanna tak tahu apa yang terjadi. Ini belum saatnya bayinya lahir. Ini masih 8 bulan.

Cairan itu semakin banyak keluar, dan ia merasa matanya berkunang kunang. Tetesan air yang megalir di sudut matanya seolah menjelaskan jika rasa sakit yang ia rasakan benar benar menyiksanya.


***

Kris meletakkan sebuah dokumen di atas meja. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Jam bekerja telah berakhir. Tapi ia masih duduk di tempatnya. Tak berniat sedikitpun untuk beranjak dari sana. Kris tengah berfikir untuk ke suatu tempat. Kemana saja asal jangan pulang. Ia sedang tak ingin pulang.

Teringat olehnya sebuah pesan yang dikirimkan Xiumin .

“ kami membuka toko kue baru. Kuharap kau datang, hari ini pembukaannya.”

Mungkin pergi ke tempat Xiumin lebih baik daripada hanya duduk di kantornya.





Di sudut toko terlihat Kris sedang duduk disana bersama Xiumin. Matanya menatap satu persatu orang yang lalu lalang. Di meja sebelahnya terdapat istri Xiumin yang sedang melayani pelanggan.

“ Sayang, sudah kukatakan untuk tetap duduk diam ditempatmu. Biar yang lain saja yang melayani pelanggan.” Ujar Xiumin menuntun wanita itu untuk duduk bersama mereka.

“ Tak apa sayang. Aku kuat kok.”

Kris menatap jengah pada pasangan di depannya. Xiumin tampak mengusap perut istrinya yang padahal terlihat datar dan baik baik saja.

“ Apa baby membuatmu lelah hm?” Xiumin bergumam tepat di depan perut istrinya.

“ Apa?” Kris mengernyit “ Baby?... bayi?”

Pertanyaan Kris membuat dua orang itu menatap ke arahnya.

“ Ya, baby kenapa?”

“ Istrimu…”

Senyum Xiumin mengembang.

“ Maaf Kris aku lupa memberitahumu. Istriku hamil, aku akan jadi ayah.”

Bola mata Kris membulat “ Hamil?”

Keduanya saling berpandangan.

“ Ya. Apa itu terdengar aneh. Kami sudah menikah Kris. Lalu apa yang aneh jika istriku hamil.”

Kris mengalihkan pandangan sesaat.

“ Maaf, aku tak bermaksud.”

Xiumin menatap Kris tak mengerti, lalu detik selanjutnya ia kembali sibuk dengan istrinya.

Mata Kris menatap lekat istri Xiumin juga perutnya beberapa kali. Mendengar kata hamil, ia tiba tiba teringat akan sesuatu- atau seseorang pada tepatnya.

“ Sepertinya aku harus pergi sekarang.” Kris bangkit

“ Eung.. cepat sekali.” Tegur Xiumin

“ Aku akan berkunjung lain kali.

Gelisah adalah perasaan yang terus menemani Kris selama ia dalam perjalanan pulang ke rumah. Tiba tiba saja dia teringat Hana.

Teringat Hana yang juga hamil.

Kira kira bagaimana keadaan wanita itu. Melihat istri Xiumin membuat ia merasa khawatir pada Hana. Ia berfikir sudah berapa bulan usia kehamilannya.

Astaga, ada apa dengan dirinya.

Kris mempercepat laju mobilnya. Sedikit tergesa gesa saat membuka pintu mobil lalu berlari menuju pintu.

“ HANA…” pangilnya

Kris memasuki kamar dan tak mendapati siapapun disana. Ia berjalan lagi mengitari ruang tegah dan berakhir di dapur.

Matanya terbelalak ketika mendapati Hana disana.

Tidak baik

Wanita itu duduk di lantai sambil memegangi perutnya. Tak merespon ketika Kris memanggil namanya bahkan saat laki laki itu mendekat kearahnya.

Kris sedikit mengguncang tubuh Hana. Hana tak bergeming. Mata Kris mengikuti arah air yang tergenang disekitar tubuh Hanna sekali lagi matanya terbelalak.

Yang ia tahu, itu seperti air ketuban yang pecah.

Nyaris mongering

Berapa lama Hana berada disana?

Tak ingin mengulur waktu, Kris bergegas membopong Hana lalu membawanya ke mobil.

“ Bertahanlah.. aku mohon.”


***


Kris memang laki laki yang pintar dalam bidang akademik, namun begitu bodoh dalam hal seperti ini.

Beberapa menit yang lalu setelah ia membawa Hana menuju Rumah Sakit, pihak disana langsung membawanya ke UGD lalu dipindahkan ke ruang operasi. Kris tak paham. Dokter hanya mengatakan Hana akan segera melahirkan Ia menandatangani beberapa dokumen tanpa membacanya terlebih dahulu. Kris sama sekali tak peduli pada isinya.

Ia semakin gelisah. Duduk dibangku tunggupun membuatnya semakin tak nyaman. Derap langkah yang mendatanginya membuat dia menoleh. Ia mendapati sosok ibunya yang berlari menuju kesana.

“ Apa yang terjadi?” cerca ibunya

“ Dokter bilang Hanna akan melahirkan.”


“ Apa? Bagaimana bisa, ini masih 8 bulan?”

Kris terkejut.

Ia menyadari bahwa ia tak tahu apapun tentang Hana.

Rasa penyesalan tiba tiba melingkupinya.

Seorang dokter keluar dari ruang operasi. Seditit mengusap peluh disekitar pelipisnya. Raut wajah Kris dan Ibunya masih tampak gelisah.

“ Bagaiman istri dan anak saya dokter?”

Dokter menghela nafas pelan sebelum membuka mulutnya.

“ Kami memiliki dua kabar.” Ia memulai “ Istri anda baru saja melahirkan bayi laki laki. Tak ada masalah yang berarti dengan keadaan bayinya.”

Kris menghela nafas lega, begitu juga ibunya. Hatinya begitu lega mendengar penjelasan dari dokter.

Kris menyadari mulai hari ini hidupnya tak akan sama. Ia telah menjadi seorang ayah. Terucap sebuah janji dalam hatinya jika ia akan menjadi ayah yang baik. Setelah ini juga, ia kaan mengulang semuanya dari awal, bersama Hana.

“ Tapi..” dokter melanjutkan. “ Detak jantung ibunya sudah melemah saat dibawa ke rumah sakit.”

“ Apa?”

“ Maafkan kami. Tapi ibunya tak bisa diselamatkan.”

DEG

Satu dentuman keras mengenai tepat di dada Kris. Apa.. yang barusan dokter katakana. Hana…

“ Maaf, ibunya tak bisa kami selamatkan.”

“ Jangan bercanda!!” suara ibu Kris meninggi. Ia menatap dokter tak percaya lalu mengalihkan pandangannya pada Kris “ Apa yang terjadi? Apa yang terjadi padanya?”

Seperti orang bisu, Kris tak mengeluarkan satu katapun dari mulutnya. Lidahnyakelu.

Hanna…

“ Mengapa Hana bisa melahiran premature? Apa kau tak menjaganya dengan baik?”

“ Ibu- “

“ Aku berhutang banyak pada orang tuanya. Kau bahkan tidak bisa sekolah jika tidak mendapat bantuan dari orang tuanya. Setidaknya kau bisa sedikit membalas budi mereka Kris.”

Kris tak mampu menjawab. Ia sebenarnya tak mengerti apa yang ibunya bicarakan.

“ Kita bisa hidup dengan baik karena mereka.. mereka bahkan tak sungkan meminjamkan banyak uang pada ayahmu saat perusahaan akan bangkrut. Apa salahnya kau memperlalukan Hanna dengan baik huh?”

Kris membisu. Air matanya mengalir deras dari sudut matanya. Ia menyesal.. sangat.



***

Angin berhembus sepoi sepoi meniup helaan rambut laki laki yang berdiri tegak di depan sekolah taman kanak kanak. Senyumannya berkembang melihat bocah kecil berlari ke arahnya.

“ Ayah!”

dengan cepat laki laki itu berjongkok dan menerima pelukan dari buah hatinya.

“ Bagaimana sekolahnya sayang? Menyenangkan?”

Itu adalah pertanyaan wajib yang harus selalu ia lontarkan. Dalam pelukannya anak laki laki itu mengangguk, lalu melepaskan pelukan tangan mungilnya. Ia memperlihatkan sesuatu pada ayahnya.

“ Lee saem bilang, ini adalah hari ibu. Jadi Luhan membuat ini untuk ibu. Bagaimana menurut ayah?”

Kris memperhatikan lekat gambar pada kertas putih yang Luhan tunjukkan padanya. Itu sebuah gambar yang jika dilihat sekilas seperti coretan khas anak anak pada umumnya. Diwarnai dengan crayon warna warni di setiap objeknya. Ada objek seseorang disana. Seseorang yang terlihat duduk di bawah pohon. Disudut kertas terbawah ada sebuah tulisan menggunakan crayon juga ‘ Selamat hari ibu. Luhan mencintaimu.’

Kris menarik sebuah senyuman.

“ Ini bagus sekali sayang”

“ Benarkah?”

Laki laki itu mengangkat wajahnya. Ia masih tersenyum lalu mengecup pucuk kepala anaknya.

“ Ini bagus sekali”

“ Terima kasih Ayah.”

Ia menggulung kembali kertas itu lalu mengakat tubuh anaknya untuk dia gendong.

“ Ayo temple di kamarmu.”

Yang berada dalam gendongan mengangguk semangat.

“ Luhan ingin bertemu ibu, bolehkanh?”

laki laki itu mengangguk. “ Ayo kita temui ibumu.”


Hari berlalu dengan cepat. Terlalu cepat dan Kris baru menyadariitu kala dia sendiri. Ini sudah hamper memasuki tahun kelima ia bersama dengan Luhan kecilnya. Dan selama itu pula dia kehilangan Hana. Satu hal yang masih tidak dapat ia pungkiri dalam hidupnya.

Ia begitu menyesal.

Terhitung lebih dari satu tahun dia hidup bersama wanita bisu itu. Dan semua berlalu begitu cepat. Terlalu cepat, bahkan Kris tak sempat melakukan sesuatu untuknya.

Ia bahkan bersikap tak baik padanya selama ii. Tak pernah menatap wanita itu dengan hatinya. Ia begitu acuh. Tak peduli.

Pada tempatnya, Kris hanya mampu menahan rasa bersalah yang begitu mendalam. Matanya menatap sejjurus pada seorang bocah laki laki yang sibuk memilih beberapa bunga aster dan mawar di toko bunga itu.


Memang Kris yang mengatakan jika ibu Luhan menyukai dua bunga tersebut. Meski dalam kenyataannya Kris sama sekali tak tahu apa apa tentang wanita itu. Sedikitpun tak tahu. Ia hanya menemukan beberapa tanaman mawar dan aster dipekarangan rumahnya. Kris tak pernah menanamnya. Kemungkinan besar Hana lah yang menanam, dan akhirnya Kris berbohong pada Luhan jika itu adalah bunga favorit ibunya.

Hari ini adalah hari kesekian kalinya ia mengajak Luhan kecil mengunjungi ibu-nya. Tahun lalu saat umurnya baru menginjak empat tahun Luhan memaksanya menjawab pertanyaan “ Dimana ibu?”

Ia telah masuk sekolah TK dan selalu mendapati beberapa temannya selalu diantar jemput oleh ibu mereka. Sedang Luhan sendiri selalu diantar-jemput oleh ayahnya. Dan tak pernah sekalipun sosok ibu melakukan itu padanya.

Saat itu Kris hanya memikirkan satu hal.

“ Ibu ada di surga.”

Dan kata surga itulah yang membuat Luhan tak pernah bertanya lagi mengenai dimana ibu setelah itu.

“ Ayah bilang ibu di surga bukan?” Tanya Luhan disampingnya

Kris mengagguk.

Seperti kebiasaannya setiap kali berkunjung, Luhan kecil mengusap batu yang mengukir nama ibu-nya dengan lembut dan menciumya dengan sayang.

“ Kalau begitu aku ingin ke surga untuk bertemu ibu, boleh?”

Kris tak menjawab. Ia pandangi bola mata anaknya dalam. Mata yang jernih dan polos saat bertatapan dengan mata miliknya. Ia sempat berfikir. Apa Hana juga menatapnya seperti ini? Ia bahkan tak tahu bagaimana Hana itu.

“ Mengapa Luhan ingin bertemu ibu?”

“ Luhan ingin mengatakan , Luhan sayang sekali dengan ibu. Luhan ingin memeluknya seperti yang sering Kai lakukan. Luhan juga ingin makan ice cream bersama ibu.”

Wajar jika Luhan ingin seperti teman sekolahnya. Ia tak pernah merasakan belaian kasih sayang dari ibunya sama sekali. Perasaan anak itu…

Kris menarik tubuh Luhan untuk masuk ke dekapannya. Ia pejamkan matanya perlahan.

“ Ayah menyayangimu Lu.”

“Luhan juga sayang ayah.”



***

Malam itu pukul sembilan. Di ruang tengah Kris sedang bersenandung kecil dengan memeluk Luhan di gendongannya . Ini memang kebiasaan yang dia lakukan agar Luhan dapat memejamkan matanya.

Luhan tak lagi bergeming dalam dekapan ayahnya. Mungkin dia telah tertidur. Kris melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya dan membaringkan Luhan dengan hati hati di atas ranjang.

Kris tidak langsung tertidur setelah itu. Ia membuka laci yang ada di samping tempat tidurnya dan mengambil beberapa lipatan kertas kecil disana dan kembali membaca isinya.

‘ Selamat pagi Kris. Adakah yang ingin kamu makan pagi ini, aku bisa membuatnya untukmu.’


‘ Hari ini langit cerah sekali, kemeja biru kurasa cocok untukmu.’


‘ Hati hati di jalan’


‘ Ibu datang dan membawakan kepiting, aku hanya perlu memanaskannya sebentar lalu kau dapat memakannya. Rasanya sedikit pedas.’

‘ Kau terlihat lelah, mau kubuatkan teh?”


‘ Terima kasih. Tentu aku akan menjaga bayi kita.’

‘ Aku ingin menanam bunga di halaman, bolehkah?”

‘ Tiba tiba aku ingin makan paha ayam. Aku ingin pergi ke supermarket. Adakah yang kau inginkan? Aku akan membelikannya untukmu.’


‘ Kemarin kau tak pulang lagi.’


‘ Aku akan membeli beberapa baju bayi sekarang.’

‘ Aku akan ke dokter untuk memeriksakan kandungan. Mungkin aku akan pulang terlanbat.’


Kris telah membacanya berkali kali, dan ia sama sekali tak merasa bosan.

Itu merupakan sebuah stick note yang ia yakin sengaja Hana tulis untuknya. Hanya beberapa pesan bodoh yang tak pernah Kris lihat. Ia menemukan semua kertas kertas itu di dalam laci, masih dengan lipatan yang rapi.

Kris memejamkan matanya. Dengan begitu dia berharap bisa menemukan sosok Hana dalam benaknya. Sayang sekali ia gagal. Tidak pernah ada Hana dalam ingatannya. Kris juga tak punya foto Hana. Hanya foto pernikahan mereka yang didominasi rasa kepalsuan dirinya. Harusnya ia mengambil lebih banyak foto wanita itu.

Kris sama sekali tak punya kenangan tentang Hana.

Rasanya ingin sekali ia kembali ke masa lalu, ingin menjawab semua pesan yang Hana tulis untuknya. Menemaninya. Menjaganya. Tapi nasi telah menjadi sushi. Semua sudah terlambat dan tak akan pernah kembali.

Kris menghela nafas dalam, rasanya sesak. Ia kembali memasukkan kertas itu dalam laci. Ia mengalihkan pandangannya pada Luhan yang tertidur pulas. Ia usap rambut anak itu dengan lembut dan mengecupnya di beberapa titik.

“ Selamat tidur sayang. Ayah menyayangimu.”