Langit diatas sana telah memuntahkan bulir-bulir
beningnya. Hangat.. masih merasa hangat meski sebagian manusia mungkin masih
bergulat dengan nyaman disinggasana mimpinya.
Seorang pria muda berjalan
gontai, melangkah hati-hati menuruni tempat favoritnya. Ya, akhir-akhir ini dia
memang sering mengunjungi tempat itu. Berharap seseorang diseberang sana
bersedia menampakkan diri. Rindukah? Bahkan rasa itu telah membuncah hingga
membuatnya lupa bagaimana rasa rindu sebenarnya. Hatinya telah terbawa mati
bahkan sebelum yang namanya kematian benar-benar terjadi..
“ Dari mana lagi? Semalaman tidak pulang, apa kau tidak
bosan menemuinya setiap hari?”
“…” tidak menyahut, pria
itu memilih membisukan mulutnya dari pada harus berdebat lagi dan lagi. Dengan
enggannya dia melangkah masuk kedalam rumah.
“ Nanti siang kau ikut aku
ke Jepang, bersiaplah” suara itu akhirnya melembut hingga berhasil membuat si
pria menghentikan langkahnya.
“ Benarkah? Itu yang
kutunggu” sahutnya pelan tanpa ekspresi sedikit pun, membuat bingung lawan
bicaranya.
***
Jika ada penguasa yang lebih berkuasa dari Tuhan,
Katakan padaNya aku ingin bernegosiasi tentang takdir
kami…
Karena Tuhan saja tak mampu menolong…
Tidak, bukan tak mampu,
Tapi tak sudi…
Kami bersalah Tuhan, maaf…
“ Bagaimana bisa
kau begitu keras kepala Youngmin? Semuanya sudah jelas, kalian berdosa! Kau mau
membuat almarhum kedua orang tua kita terkurung di neraka selamanya karena
harus menanggung dosa-dosa kalian, hah?” cerca Jiyeon membuat namja
dihadapannya segera merosot lemah kelantai, airmatanya kian membanjir sekarang.
“ Aku
mencintainya noona…” ringis namja itu yang tak lain adalah Jo Youngmin yang
merupakan adik pertama dari Jiyeon. Sejak berusia 19 tahun Jiyeon memang
memilih mengungsi ke Jepang tepatnya sejak kedua orang tuanya meninggal 7 tahun
lalu. Dan selama itulah dia meninggalkan kedua adik kecilnya yang saat itu
masih berusia 16 di Korea. Dia turut bersalah karena tak pernah berada disisi
mereka selama masa-masa sulit itu.
“ Cinta saja
bukan segalanya, kau mau menanggung dosa seumur hidup hanya karena cinta
terlarang? Ingat Youngmin, Kwangmin itu adikmu!”
DEG..
Seperti tersengat petir, meski kata-kata itu sudah terlalu sering didengarnya,
tapi tetap saja rasanya seperti mati ketika kata-kata yang sama kembali
diucapkan oleh Jiyeon.
“Dan kalian sama-sama pria” lanjut Jiyeon.
“Memangnya kalau dia adikku dan kami sama-sama pria
kau mau apa?” sahut Youngmin tak kalah sengit, dia kemudian berdiri hingga
berhadapan dengan noona-nya. “sudah cukup kau ikut campur dalam urusanku, suruh
siapa dulu kau meninggalkanku berdua dengan Kwangmin? Dan sekarang buat apa kau
datang kembali?” lanjut Youngmin.
“BODOH! Kelak kalian akan menanggung karma, lihat
saja” sinis Jiyeon dan akhirnya memilih pergi.
Tuhan memang pencipta yang paling agung. Sebuah hamparan
hijau yang membentang sejauh mata memandang, menjadi sajian istimewa pagi ini.
Berpusatkan lingkaran warna warni dari aneka jenis bunga, membuat pesona dari
atas bukit itu kian bertambah. Kicau burung yang beriringan menembus awan,
serta kemilau mentari yang tak terlalu terik menjadi sajian pelengkap kuasa
Illahi yang tak pernah lelah menguntit tingkah hambanya.
“ Bagaimana? Kau suka tempat ini?” Tanya Kwangmin setibanya
mereka di atas sana.
“ Sangat, aku saangat suka!” sahut Youngmin seraya
berlarian menyusuri hamparan hijau itu. Matanya kian berbinar ketika mendapati
berbagai bunga ditengah-tengah bukit. “Kwangmin, ini sangat indah. Aku tak
menyangka di Perbukitan Tsan ada tempat seindah ini” ucap Youngmin tanpa
mengalihkan pandangannya dari benda berwarna-warni itu.
“Diantara banyak bukit, bukit ini yang paling indah. Dan aku
sengaja membuat taman bunga ditengahnya. Aku senang jika kau menyukainya” ucap
Kwangmin sambil mendekati kekasihnya lalu memeluknya dari belakang dan
menumpukan dagunya pada bahu Youngmin. Sangat merindukan sosok pria tercintanya
itu setelah hampir seminggu mereka tak bisa bertemu, karena Kwangmin yang
terpaksa harus keluar rumah ketika hubungannya dengan Youngmin tercium oleh
Jiyeon.
“ Jinjja? Kau sendiri yang membuatnya?” Tanya Youngmin
tak percaya. Dia dapat merasakan Kwangmin mengangguk dibahunya. “tapi kenapa
bukan bunga matahari yang kau tanam? Apa kau lupa, yang kusuka itu bunga
matahari”
“ Jinjja?” sontak Kwangmin melepaskan pelukannya,
sepertinya dia melupakan sesuatu lagi.
“ Ishh, lagi-lagi kau lupa. Bahkan bunga kesukaanku
pun kau sudah lupa. Kau ini kenapa?”
“ Mianhae chagi, aku terlalu bersemangat
sampai-sampai melupakan itu. Tapi tenang saja, aku masih punya satu kejutan
lagi. Ayo ikut aku!” Kwangmin menarik lengan Youngmin menuju sebuah tempat.
Lagi-lagi namja itu dibuat takjub. Sebuah pohon besar yang terlihat seperti
pohon biasa, namun tampak sebuah susunan kayu membentuk rumah kecil bertengger
di atas pohon tersebut.
“ Rumah pohon? Ini untukku?” Tanya Youngmin kaget, air
matanya hampir tumpah saking bahagianya.
“ Yeah, just for you, honey. Ayo kita keatas” ajak Kwangmin.
Dan keduanya pun segera meniti anak tangga yang sudah tersedia dibadan pohon.
Tidak terlalu sempit, foto-foto mereka berjejer disepanjang dinding, aneka
jenis cemilan bahkan alas tidur beserta dua bantal dan gulingpun tersedia
disana.
“ Dari atas sini kita bisa melihat keindahan dibawah sana.
Dan lihat burung-burung itu, kita seperti ikut terbang bersama mereka, kan?
Meski langit dan bumi tak bisa menyatu, tapi dari sini kita bisa merasa lebih
dekat dengan langit. Setelah mati, manusia akan pergi kesana, orang tua kita
juga ada diatas sana” ucap Kwangmin pelan seraya menunjuk ke atas langit yang
kian membiru.
“ Ini sangat istimewa untukku, terima kasih untuk semuanya.
Aku benar-benar bahagia hari ini” seru Youngmin dan kembali memeluk Kwangmin.
“ Apapun asal bisa membuatmu bahagia, aku pasti akan
melakukannya” sahut Kwangmin. Sejak kematian orang tua mereka 7 tahun silam,
ditambah dengan kepergian kakak sulung mereka, membuat Youngmin benar-benar
tertekan. Setiap hari hanya dihabiskannya dengan menangis, sedangkan si bungsu
Kwangmin tidak tahu harus berbuat apa untuk kakaknya. Dia yang masih berusia 16
tahun terpaksa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya dan juga Yongmin.
Bukan karena mereka terlahir dikeluarga miskin. Keluarga Jo adalah pengusaha
sukses dan termasuk dalam daftar 10 keluarga terkaya di Korea.
Namun, hanya karena insiden persaingan bisnis, perusahaan mereka dijatuhkan
oleh pihak lawan dan berakhir tragis dengan terbunuhnya tuan dan nyonya Jo
dalam kecelakaan maut yang direncanakan. Dan Jiyeon yang tak kalah tertekannya,
memilih kabur ke Jepang tepat dihari pemakaman orang tuanya dengan membawa
sejumlah perhiasan ibunya yang berhasil diselamatkannya dari sitaan pihak bank.
Tanpa sanak saudara, Kwangmin dan Youngmin hidup berdua dalam kesengsaraan.
Sejak kejadian itu, Kwangmin bertekad akan selalu membahagiakan Youngmin dan
tak akan meninggalkannya seorang diri.
ini salah..
Jelas sangat salah..
Tapi siapa pun jika berada dalam situasi ini tentu
tak kuasa melawan..
Bukan kami yang berkehendak, tapi takdir Tuhan yang
menentukan..
***
“ Kau masih menemuinya?”
Tanya Jiyeon ketika melihat adiknya itu memasuki rumah mereka. Bukan, bukan
rumah mewah yang mereka diami sejak kecil dulu, melainkan rumah Younmin dan
Kwangmin yang memang tak kalah mewah dari rumah yang telah disita 7 tahun lalu
itu. Kwangmin berhasil menjadi pembisnis sukses diusianya yang baru menginjak
23 tahun.
“ Bukan urusanmu!” sahut Youngmin dingin.
“ Kenapa kau masih keras kepala!? Kau jangan mengingkari
takdir, Kwangmin itu adikmu! Mau sampai kapan kau berbuat dosa seperti ini?”
“ Kau sendiri? kapan kau akan pergi dari sini? Apa kau tak
malu menumpang tinggal dirumah orang lain, bahkan berani mengusir pemiliknya?”
“ Bicara apa kau, aku ini noona-mu!”
“ Sejak kau meninggalkan aku dan Kwangmin 7 tahun lalu, aku
merasa tak punya hubungan apapun denganmu lagi. Sebaiknya kau segera angkat
kaki, karena secepatnya aku akan membawa kekasihku kembali kerumah ini!” ucap
Youngmin dan segera masuk kedalam kamarnya.
“ Menjijikan! Kalian benar-benar menjijikan!” teriak Jiyeon
namun Youngmin sudah tak menyahut.
***
Disuatu senja yang hampir menelan habis puing mentari, sepasang kakak beradik
menghabiskan temaramnya hari diatas rumah pohon mereka. Sang kakak terbaring
diatas paha adiknya sambil menutup mata. Dalam setiap napas yang berhembus
terselip sebuah doa, semoga senja turut menelan habis dosa-dosa yang telah
dipahat sempurna.
“ Aku tak bisa, maafkan aku tapi aku benar-benar tak bisa
pulang sekarang” ucap Kwangmin masih membelai lembut rambut seseorang yang kini
berbaring dikakinya.
“ Apa karena Jiyeon noona?”
“ Entahlah, tapi setiap aku melihatnya, aku benar-benar
merasa takut. Sepertinya dosa-dosa kita terlalu menumpuk”
“ Cinta tak mengenal dosa, Kwangmin” bisik Youngmin lirih
yang masih memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan hangat Kwangmin
dikepalanya.
“ Kita hanya perlu menunggu hari itu tiba. Entah bagaimana
akhirnya, tapi kelak semua ini pasti akan berakhir”
Pembicaraan pun terhenti sampai disana, suasana hening membuat keduanya
terhanyut dalam lamunan masing-masing. Tanpa sadar, sepasang mata bening mereka
menitikkan Kristal ketakutan. Takut semuanya akan segera berakhir. Bodoh,
bahkan yang namanya dosa sekalipun masih ingin dinikmati lebih lama..
***
Sudah hampir satu jam Youngmin menunggu dengan cemas
seseorang didalam sana. Entah kenapa perasaannya sangat takut sekarang. Meski
harus berpisah, dia juga tak mau berpisah secepat ini. Tidak, Youngmin segera
mengusir beberapa pikiran bodoh yang bermunculan dibenaknya.
Tiba-tiba seseorang pun akhirnya keluar dari sebuah ruangan serba putih.
Wajahnya sedikit pucat namun masih berusaha menampakkan senyum terbaiknya pada
namja dihadapannya.
“ Bagaimana? Apa kata dokter?” Tanya Youngmin panik.
“ Kau tampak cemas sekali, tenanglah. Hasil pemeriksaan akan
keluar seminggu lagi. Tapi menurut perkiraan dokter, aku hanya terlalu lelah
makanya sampai pingsan semalam” sahut Kwangmin.
“ Kau tidak berbohong, kan? Aku mohon jangan menyembunyikan
apapun dariku” isak Youngmin.
“ Percayalah, meski dokter mengatakan aku akan mati besok,
aku tetap tak akan mati. Aku tak akan meninggalkanmu, jadi tenanglah. Aku
baik-baik saja, lagi pula hasil pemeriksaan belum bisa diketahui hari ini”
“sejauh ini yang dapat saya lihat, sepertinya ada sedikit
gangguan pada sistem syaraf otak anda, kemungkinan seperti gegar otak atau
amnesia ringan. Anda akan sering lupa terhadap sesuatu hal, tapi tenang saja
itu bisa disembuhkan dengan obat-obatan”
“gangguan syaraf otak? Saya akan amnesia, dok?”
“entahlah, itu hanya dugaan sementara. Jika pun benar
demikian, anda tak perlu khawatir karena penyakit itu tidak permanen jadi bisa
disembuhkan. Tapi kita harus menunggu hasil pemeriksaan selanjutnya minggu
depan”
***
“ kau mau kemana lagi, Youngmin?” Tanya Jiyeon ketika
melihat adiknya itu keluar kamar dengan tergesa.
“Bukan urusanmu!” bentak Yungmin.
“ Jika kau ingin bertemu Kwangmin lagi, jangan harap aku
akan mengijinkanmu keluar rumah. Hari ini kau harus ikut aku ke Jepang” ucap
Jiyeon. Rasanya dia pun tak tega memisahkan kedua adiknya. Hidup terpisah-pisah
seperti ini juga membuatnya menderita. Tapi dia tak punya pilihan, karena dia
pasti akan turut berdosa jika membiarkan hubungan terlarang kedua adiknya itu
berlanjut.
“ Noona tolonglah, jangan membuatku benar-benar harus
membencimu. Aku harus pergi sekarang jadi jangan melarangku”
“ Kau mau kita semua mendapat karma karena dosa-dosa kalian?
Aku melakukan ini demi___”
“ Kwangmin sedang sakit sekarang!” potong Youngmin cepat
membuat Jiyeon terperanjat. “aku baru menerima kabar dari karyawannya, dia
pingsan di kantor tadi pagi. Aku harus kerumah sakit sekarang karena hari ini
juga hasil pemeriksaannya minggu lalu akan keluar” lanjut Youngmin.
“ Kwangmin sakit apa?” Tanya Jiyeon parau. Sekeras apapun
dia pada Youngmin dan Kwangmin, tapi mereka berdua tetap adiknya. Mendengar
Kwangmin terbaring dirumah sakit juga membuat hatinya teriris.
“ Entahlah, aku juga tak tahu. Kalau kau masih punya hati
sedikit saja pada adikmu, biarkan aku menemuinya sekarang”
“ Baiklah, aku ikut”
“ Untuk apa? Kwangmin sedang sakit sekarang”
“ Karena dia sedang sakit maka aku harus bertemu dengannya,
kau pikir aku akan melakukan apa, Kwangmin juga adikku”
…
-HOSPITAL-
“ Bagaimana dok, sebenarnya apa yang terjadi pada adik
kami?” Tanya Jiyeon yang saat ini sedang berada diruang dokter bersama Youngmin
yang masih menangis disampingnya. Ketika melihat Kwangmin terbaring tak
sadarkan diri membuat Youngmin terpukul, Jiyeon sudah melarangnya ikut menemui
dokter, tapi Youngmin tetap bersikeras ingin segera mengetahui laporan hasil
pemeriksaan Kwangmin minggu lalu. Tidak tahu kenapa hatinya begitu takut saat
ini..
“ Ini memang berat, tapi saya harus mengatakannya. Saudara
Jo Kwangmin menderita penyakit Alzheimer. Penyakit yang seharusnya
dialami oleh orang lanjut usia, namun tak menuntup kemungkinan bisa dialami
oleh pasien yang masih berusia muda. Adik kalian akan kehilangan
ingatannya secara perlahan. Dia akan lupa apa dia sudah makan atau belum, sudah
mandi atau belum, bagaimana cara mengenakan baju, cara makan dan hal rumit
lainnya dia tak akan tahu, tidak bisa mengingat alamat rumah bahkan siapa
namanya sendiri pun dia tak akan ingat. Secara berangsur ingatannya dimasa lalu
akan terhapus, dia akan lupa pada sanak saudaranya, jati dirinya dan berbagai
kenangannya sampai pada akhirnya dia akan kehilangan seluruh memorinya. Dan
satu lagi, Alzheimer tidak dapat disembuhkan. Kami hanya bisa memberi obat
untuk mengurangi rasa sakit dikepalanya. Tapi jika saatnya tiba, maka..”
“ Maka apa dok?”
“ Maka akan berakhir dengan kematian”
“ Berapa lama lagi?”
“ Pasien Alzheimer diusia muda bisa bertahan hingga 3
tahun. Tapi mengenai memory, kemungkinan akan terhapus seluruhnya dalam waktu 1
tahun. Karena Alzheimer yang diderita adik kalian tergolong ganas, dia bisa
saja tak akan bertahan dalam rentang waktu yang diperkirakan”
Jiyeon dan Youngmin sontak menangis bersamaan mendengar penjelasan dokter.
Bagaimana bisa adik mereka mengalami penyakit parah semacam itu. Perlahan
keduanya berjalan keluar dari ruang dokter, Jiyeon berusaha menenangkan
Youngmin yang menangis dibahunya. Kwangmin masih tak sadarkan diri, siapa yang
harus disalahkan atas kejadian ini? Siapa yang harus bertanggung jawab? Ini
menyakitkan, Alzheimer memang tak seganas penyakit mematikan lainnya. Tapi
akibat dari penyakit ini sungguh fatal..
***
Cintaku berbataskan massa waktu..
Cintaku berbataskan denting pada jam dinding..
Jika waktuku tiba, maka cintaku akan menghilang...
…
Setelah
terungkapnya keterangan mengenai penyakit Kwangmin sebulan lalu, Jiyeon
memutuskan untuk melunakkan hatinya. Dia mengijinkan Kwangmin kembali kerumah
yang memang milik Kwangmin sendiri. Berusaha melupakan seberapa berdosanya
kedua adiknya dimasa lalu, meski selalu berusaha memisahkan mereka, namun akhir
yang seperti ini, Jiyeon juga tak pernah mengharapkan.
“ Hey, hari ini kau ingin kemana, eum?” Tanya Youngmin
pada Kwangmin yang baru saja menghabiskan sarapannya. Saat ini ketiga Jo
bersaudara itu sedang duduk dimeja makan. Jiyeon hanya bisa diam mendengar
pembicaraan kedua adiknya, hatinya sudah sangat terpukul melihat Youngmin yang
selalu bersikap seolah tak terjadi apa-apa pada Kwangmin.
“ Aku mau kebukit” sahut Kwangmin. Meski terlihat sehat
seperti orang normal lainnya, tapi dia tidak bisa menutupi ada sesuatu yang
sering hilang dari ingatannya. “ Tapi, aku sedikit lupa dimana tempatnya”
lanjut Kwangmin pelan.
“ Tenang saja, kalau kau lupa apapun, kau bisa
menanyakannya padaku, karena aku akan selalu ingat semuanya tentang dirimu,
tentang kita” sahut Kwangmin.
***
Pagi yang cukup
cerah untuk berkeliaran diatas bukit, mentari pun seolah mendukung aktivitas
yang dilakukan sepasang kakak beradik itu.
“ Kau tidak lelah kan setelah mendaki keatas sini?” tanya
Youngmin setibanya mereka diatas bukit.
“ Apa dulu aku pernah mengeluh bahwa aku lelah?” Kwangmin
balik bertanya.
“ Tidak, kau tidak pernah mengeluh, justru kau yang paling
bersemangat setiap kali mengajakku ketempat ini”
“ Kurasa tak ada yang berubah didiriku, aku masih
seperti waktu itu” sahut Kwangmin. Matanya memandang takjub kehamparan
permadani hijau dihadapannya. Meski dia masih familiar terhadap tempat itu,
tapi dia selalu merasa kagum setiap kali Youngmin mengajaknya kesana,
seolah-olah dia lupa bahwa semalam dia juga mengunjungi tempat yang sama.
“ Tempat ini kau yang mengenalkannya padaku, kau juga
membuatkan sebuah taman bunga kecil untukku. Meski bukan bunga matahari yang
kau tanam, tapi aku tetap menyukainya. Semua yang kau beri untukku tak ada yang
tak indah. Aku___” ucapan Youngmin terhenti ketika dia tak mendapati Kwangmin
disampingnya. Matanya segera mencari-cari dimana sekiranya adik sekaligus
kekasihnya itu berada. “ Kwangmin! Kau dimana?” teriak Youngmin. Tiba-tiba rasa
takut itu kembali menghantuinya, membuat airmatanya menetes tanpa sadar. Dia
berlari mengelilingi sisi bukit namun sosok Kwangmin tak juga ditemukan.
“ HEY..” seru seseorang dari atas pohon, dan Youngmin pun
sontak mendongakkan kepalanya
“ Kwangmin, kenapa kau tak bilang kau akan kemari?” Tanya
Youngmin kesal namun lebih dari itu dia sangat lega karena menemukan Kwangmin
baik-baik saja.
“ Aku tak sengaja menemukan tempat ini. Kemarilah, dari sini
kita bisa melihat pemandangan lebih luas lagi, kau pasti suka” ucap Kwangmin.
Youngmin hanya menunduk sedih, hatinya sangat sakit mendengar ucapan Kwangmin.
Apa Kwangmin lupa, rumah pohon itu dia sendiri yang membuatnya.
“ Ya, ini indah sekali. Bagaimana bisa kau menemukannya?”
Tanya Youngmin setelah berhasil menaiki anak tangga pada pohon tersebut.
“ Entahlah, aku hanya merasa sepertinya aku sering ketempat
ini. Aku melangkah mengikuti kata hatiku dan akhirnya aku tiba disini” jawab
Kwangmin. Meski kenyataannya Kwangmin sudah kehilangan beberapa ingatannya,
tapi didalam hatinya dia masih bisa mengingat sebuah tempat yang begitu berarti
baginya.
“oh” sahut Youngmin sekenanya. Ini menyakitkan..
“Youngmin!”
“ya?”
“ Berbaringlah disini” pinta Kwangmin, dan lagi-lagi
Kwangmin melakukan sesuatu hal yang biasa dilakukannya dulu, bukan berdasarkan ingatan
dimemori otaknya, melainkan berdasar ingatan abadi dihatinya. Youngmin
tersenyum karena Kwangmin masih mengingat kebiasaan itu, dan dia pun segera
berbaring di kaki Kwangmin.
“Youngmin!” panggil Kwangmin lagi.
“ Huum?” sahut Youngmin dengan dengungan, dia masih enggan
membuka mata yang langsung terpejam ketika kepalanya menyentuh kaki Kwangmin.
Moment ini begitu nyaman baginya, dia tak mau semuanya berakhir terlalu cepat.
“ Berjanjilah, apapun yang akan terjadi kau harus selalu
percaya padaku. Aku mencintaimu, selalu mencintaimu. Aku tahu ini suatu dosa,
tapi aku tidak peduli. Jika kelak aku melupakanmu, kau jangan sedih. Meski aku
akan lupa bagaimana caranya mencintai, tapi kau harus tahu, sampai detik itu
pun perasaanku tak akan pernah berubah. Meski aku tak bisa mengatakan ini lagi,
tapi percayalah, aku akan selalu mencintaimu. Kau percaya, kan?”
“ Ya, aku percaya” Youngmin berbisik lirih dengan mata masih
terpejam, karena jika sedikit saja dia membuka mata, maka air matanya pasti
akan langsung keluar.
“Youngmin!”
“ya?”
“ Maaf, aku akan melupakanmu”
“ Tak apa apa asal kau selalu mencintaiku”
“Youngmin!”
“ya?”
“ Maaf!”
“ Tidak ada yang perlu dimaafkan”
“Youngmin!
“eum?”
“Aku hanya ingin menyebut namamu sebanyak mungkin. Aku takut
kelak tak bisa melakukannya lagi”
“sebutlah sebanyak yang kau mau”
“ Bodoh sekali, bahkan kelak aku akan lupa siapa
namamu”
“Aku dengan senang hati akan mengenalkan diriku padamu
setiap hari”
“ Youngmin”
“ Ya”
“ Jika nanti kau bosan dan lelah menghadapi tingkahku, kau
boleh meninggalkanku”
“Tak akan”
“ Youngmin”
“Ya”
“ Kau harus hidup lebih baik lagi jika tak ada aku”
DEG..
Youngmin sontak membuka kedua matanya, sepertinya yang diduganya, air mata itu
pun akhirnya tumpah ruah.
“ Tak ada hari yang lebih baik selain saat bersamamu, dalam
kondisi seperti apapun asal bersamamu akan selalu indah bagiku. Bahkan yang
namanya dosa sekalipun tetap terlihat indah dimataku” isak Youngmin dan
Kwangmin pun segera memeluknya.
“ Kelak aku akan lupa semua ini, aku akan lupa padamu, lupa
pada kenangan kita, aku juga akan lupa bahwa aku pernah berkata seperti ini.
Aku akan lupa bahwa aku pernah sangat mencintaimu, aku akan lupa semuanya. Aku
seperti orang bodoh yang tak akan tahu apapun lagi, kau akan bosan mengurusiku”
“ Apa yang kau pikirkan? Meski kau akan melupakan semuanya,
kau harus tahu, masih ada aku disisimu. Aku yang akan mengingatkanmu tentang
kita dihari ini dan kita dihari-hari sebelumnya, aku akan mengingatkanmu
bagaimana selama ini kita saling mencintai. Aku akan menceritakan semua tentang
hidup kita setiap hari hingga tak ada satu detikpun waktu untukmu melupakan
kenangan kita”
“Youngmin!”
“eum?”
“ Aku ingin menyebut namamu lebih sering dan menyimpannya
diseluruh sudut hatiku, dengan begitu aku bisa terus mengingat namamu disaat
aku hampir terlupa”
***
Takdir hidup manusia Tuhan yang menentukan..
Meski bukan ini yang terbaik, setidaknya dengan begini
sebuah dosa bisa cepat diakhiri.
-3 BULAN KEMUDIAN…-
“Kwangmin, kau sedang apa?” Tanya Youngmin ketika masuk
kekamar Kwangmin dan terlihat Kwangmin sedang berdiri di depan jendela
kamarnya.
“ Sepertinya ada beberapa hal lagi yang aku lupa hari ini”
sahut Kwangmin pelan seraya memalingkan wajahnya agar berhadapan dengan
Youngmin.
“Apa yang kau lupakan? Aku akan mengingatkannya”
“ Apa dirumah ini kita hanya bertiga? orang tua kita
kemana?”
“ Orang tua kita sudah meninggal. Mereka meninggal dalam
kecelakaan”
“ Lalu kau? Kau kakakku, kan? Maaf aku lupa namamu”
“ Ya.., a..aku.. kakakmu. Namaku Jo Youngmin, kau Jo
Kwangmin, dan kau punya satu kakak perempuan, namanya Jo Jiyeon. Apa ada lagi
yang ingin kau tanyakan” tanya Youngmin. Bibirnya terasa tercekat, ini sakit
lebih dari apapun. Bahkan dalam waktu yang singkat saja Kwangmin sudah lupa
mengenai hubungan mereka. Apa benar Kwangmin hanya menganggapnya sebagai kakak?
“ Mungkin banyak lagi yang harus kuketahui, tapi entahlah,
kepalaku sedikit pusing”
“ Kwangmin..”
“ya?”
“ Bagaimana menurutmu mengenai cinta antara kakak beradik?”
“ Heh? Maksudmu?”
“ Ehm, tidak. Lupakan”
” Ya sudah”
“ Kwangmin”
“ Ya?”
“ Apa kau sedang merasakan cinta sekarang?”
“ Sepertinya begitu, tapi entahlah”
“ Jika kau jatuh cinta pada saudara kandungmu sendiri dan
kalian sama-sama namja, bagaimana?”
“ Mwo? ishh, itu menjijikkan. Meski ada banyak hal yang kulupakan,
tapi aku tahu hubungan semacam itu sungguh terlarang”
DEG…
Bahkan Kwangmin dialam bawah sadarnya sekalipun mengutuk hubungan terlarang
itu…
“ Memangnya kenapa? Apa aku pernah merasakannya dimasa
lalu?”
“ Tidak.. kau tidak mungkin merasakan cinta menjijikan
semacam itu” sahut Youngmin. Dia sudah game over, sakit dipenjuru hatinya kian membuncah.
“ Tapi cinta tak kenal rasa jijik. Kalau pun aku pernah
merasakannya, aku yakin waktu itu aku punya alasan kenapa aku mencintai
saudaraku. Cinta yang seperti itu yang mungkin disebut cinta sejati, cinta yang
tak mengenal dosa meski Tuhan mengutuknya” sahut Kwangmin.
-6 bulan kemudian…-
“Kwangmin, kau sedang apa?” Tanya Youngmin yang baru saja
masuk keruang rawat Kwangmin. Sejak seminggu lalu, Kwangmin menghabiskan
waktunya dirumah sakit. Rasa nyeri yang menyerang kepalanya sudah tak tertolong
hanya dengan obat-obatan, begitu pun memorinya. Setiap kenangan yang diukir
dengan manis itupun satu persatu harus direlakannya terhapus dari ingatan.
“ Apa orang itu akan terus-terusan menusuk kulitku. Ini
menyakitkan” keluh Kwangmin.
“ Kau harus disuntik, Setidaknya itu bisa mengurangi rasa
sakit dikepalamu” terang Youngmin.
“ Suntik? Apa itu bisa menghilangkan sakit kepalaku?”
“ Ya, suntik itu artinya memasukkan obat kedalam tubuhmu
melalui suatu jarum, itu yang membuat kulitmu terasa sakit. Tapi itu sakitnya
tidak seberapa, kau kuat Kwangmin” tanpa lelah Youngmin menerangkan setiap hal
yang tidak dimengerti oleh Kwangmin. Dan namja yang masih tampak pucat itupun
membalas dengan anggukan, meski beberapa menit kemudian dia akan lupa kembali.
“ Sekarang saatnya kau makan” Youngmin mengambil piring yang
baru saja diletakkan seorang suster diatas meja.
“ Makan?”
“ Ya, sesuatu yang masuk kemulutmu dan setelah itu kau akan
merasa kenyang. Ayo, buka mulutmu”
“ Apa itu rasanya enak?”
“ Tentu, ini stick daging kesukaanmu. Kau pasti suka”
***
“ Kwangmin.” panggil Youngmin, namun Kwangmin tak menyahut,
dia seolah sibuk dengan lamunannya sendiri. “Kwangmin!” seru Youngmin lagi
seraya menyentuh pundak Kwangmin.
“ Eh, ya?” Tanya Kwangmin kaget.
“ Kwangmin, kau melamunkan apa?” Tanya Youngmin.
“ Kwangmin?? Aku??”
“ Ya, namamu Kwangmin, Jo Kwangmin. Kau ingat aku?”
“ Maaf hyung, aku lupa”
“ hyung?” Youngmin tampak kaget mendengar Kwangmin
memanggilnya begitu. Tapi itu memang pantas, kan? Kwangmin seharusnya memang memanggilnya
hyung. “ Panggil saja aku Youngmin. Coba, sebut namaku”
“Young.. Min ? Youngmin”
“ Ya, begitu” Youngmin hampir menitikkan airmatanya, entah
kenapa dia masih tak rela jika Kwangmin melupakannya secepat ini. Tapi dia
harus memegang janjinya, dia sudah berjanji pada Kwangmin akan selalu percaya
bahwa Kwangmin selamanya akan mencintainya meski dia sendiri sudah lupa
bagaimana cara mencintai.
“ Matamu mengeluarkan air? Bagaimana bisa? Apa terjadi
sesuatu padamu?” Tanya Kwangmin tampak bingung.
“ Ah, tidak. Aku tidak apa-apa. hal ini wajar dialami oleh
orang yang merasa sedih, namanya menangis. Tapi tenang saja, aku tidak sedih,
dan tidak juga menangis” kilah Youngmin segera menghapus air matanya, Kwangmin
hanya menganggukkan kepalanya, entah dia mengerti atau tidak.
“ Kwangmin?”
“ Ya?”
“ Kau tahu apa itu cinta?”
“ Cinta? Apa itu sesuatu yang indah? Aku tidak tahu”
“ Ya, cinta itu adalah sesuatu yang indah. Kau akan merasa
bahagia jika merasakannya. Kau akan selalu tersenyum jika bersama orang yang
kau cintai”
“ Kau pernah merasakannya?” Kwangmin tampak antusias
mendengar penjelasan Youngmin, meski hanya ada beberapa kata yang bisa dia
mengerti.
“ Tentu pernah, setiap hari aku selalu merasakannya. Aku
mencintaimu. Apa kau juga mencintaiku?”
“ Aku tidak tahu”
“ Apa kau bahagia jika bersamaku?”
“ Bahagia? Apa itu juga sesuatu yang indah?”
“ Bahagia itu suatu perasaan yang membuatmu selalu merasa
ingin tersenyum jika berada disisiku, kau merasakannya?”
“ Hmm, sepertinya begitu”
“ Baguslah, ah iya kau mau kuajak kesuatu tempat?”
“ Heh?”
“ Kau pasti akan suka, tapi tunggu dulu, aku akan minta ijin
pada dokter. Kau tunggu disini, aku tak akan lama”
***
Bagaimana rasanya jika seseorang yang kau cinta tiba-tiba
melupakanmu?
Meski jauh dilubuk hatinya tak pernah ingin melupakanmu,
aku hanya tak menyangka ternyata rasanya akan sesakit ini.
“ Kau ingin mengajaknya kemana?” Tanya Jiyeon yang tiba-tiba
menarik lengan Youngmin ketika dia baru saja keluar dari ruang rawat Kwangmin.
“ Kau menguping pembicaraan kami?” bentak Youngmin sengit.
“ Aku hanya tak sengaja mendengar, kau harus ingat, Kwangmin
sedang sakit sekarang. Kau juga harus ingat, dia bukan Kwangmin yang kau kenal
dulu, semua kisah tentang kalian harus dikubur dalam-dalam. Kau tak boleh
menceritakan banyak hal padanya, dia bukan Kwangmin-mu yang dulu”
“ Kau salah, meski Kwangmin melupakanku, tapi dia tak pernah
lupa, dia mencintaiku, selalu mencintaiku”
“ Kau jangan memberatkannya, apa kau tak sadar, apa yang
terjadi pada Kwangmin adalah karma dari dosa-dosa kalian. Tuhan sengaja
menghapus semua cerita tentang kalian dari ingatan Kwangmin karena Tuhan tak
ingin kalian berdosa terlalu dalam. Buka matamu, pandang dia sebagai adikmu!”
“ Kwangmin mencintaiku, noona…” Isak Youngmin.
“ Cinta kalian salah arah. Ini tak benar.. ini tak boleh
dilanjutkan karena kalian akan berdosa besar. Asal kau tahu, aku lebih lega
jika salah satu dari kalian ada yang pergi, setidaknya itu satu-satunya cara
mengakhiri perbuatan nista ini”
Seluruh dunia turut mengutuk..
Ini sungguh salah dan kami menyadarinya..
Tapi cinta semacam ini siapa yang mampu melawan..
Kami hanya makhluk Tuhan yang tak kuasa melawan takdir..
Maaf Tuhan, kami bersalah..
Seorang perawat berlari tergesa keluar dari sebuah ruangan yang baru
dimasukinya, setengah berteriak ketika ruang dokter masih terlalu jauh dari
tempatnya berada. Tak lama kemudian beberapa dokter dan perawat tampak panik
berlarian menuju sebuah ruangan. Tiba-tiba sebuah ranjang pasien didorong
keluar ruangan, beberapa perawat sibuk memasangkan peralatan medis ketubuh
pasien tersebut. Bekerja bertarung melawan waktu seolah waktu satu detik saja
begitu berharga.
“ Kwangmin…” desah Youngmin dan Jiyeon bersamaan. Melihat
pemandangan orang-orang yang berlarian panik membuat mereka tertegun cukup
lama. tak kuasa berkutik karena rasa takut tiba-tiba datang merajam. Hanya air
mata yang dapat meluapkan bagaimana perasaan mereka saat ini.
Beberapa menit kemudian, mereka mulai tersadar dan segera berlari menuju ruang
yang diyakini menjadi ruang baru untuk adik mereka. Bukan ruangan yang lebih
baik dari sebelumnya, tapi seperti ruang pesakitan yang siapa pun jika masuk
kedalamnya maka tak akan bisa keluar, ini mengerikan..
Yang ditakutkan pun terjadi..
adikku tak tertolong..
dia telah pergi..
adikku telah pergi..
cintaku telah pergi..
ini karma aku tahu..
tapi kenapa harus dia yang menanggung..
lebih dari segalanya, aku bersyukur..
adikku tak akan merasa sakit lagi..
adikku tak akan berdosa lebih banyak lagi..
Selamat jalan Jo Kwangmin, lebih dari siapapun, kau menjadi
yang istimewa dihatiku, selamanya..
Tuhan, ampuni dia.. ampuni kami.. karma berikutnya, biar aku
yang bertanggung jawab..
***
Langit masih tampak biru, persis seperti hari pertama kau
mengajakku ketempat ini..
Semua memang
selalu sama, kecuali satu hal..
Waktu itu kita
berdua disini, namun hari ini aku seorang diri..
Aku harus
berpuas diri memandangi hamparan hijau ini bersama bayanganmu yang kuyakini
masih berada disekitarku, kau tak akan pergi jauh, kan?
Youngmin mendaki bukit cintanya perlahan, bertekad tak ada airmata lagi setelah
ini. Karena dia tahu, Kwangmin sangat tidak suka jika melihatnya menangis. Hari
ini dia ingin menginap di rumah pohon lagi, entah kenapa jika berada ditempat
itu dia merasa begitu dekat dengan Kwangmin.
“ Kwangmin kau pernah bilang, dari sini kita bisa merasa
lebih dekat dengan langit. Setelah mati, manusia akan pergi kesana, apa saat
ini kau juga sedang berada diatas sana? Aku merindukanmu. Malam ini aku akan
menginap disini lagi”
…
Langit diatas sana telah
memuntahkan bulir-bulir beningnya. Hangat.. masih merasa hangat meski sebagian
manusia mungkin masih bergulat dengan nyaman disinggasana mimpinya.
Seorang pria muda berjalan
gontai, melangkah hati-hati menuruni tempat faforitnya. Ya, akhir-akhir ini dia
memang sering mengunjungi tempat itu. Berharap seseorang diseberang sana bersedia
menampakkan diri. Rindukah? Bahkan rasa itu telah membuncah hingga membuatnya
lupa bagaimana rasa rindu sebenarnya. Hatinya telah terbawa mati bahkan sebelum
yang namanya kematian benar-benar terjadi..
“dari mana lagi? Semalaman
tidak pulang, apa kau tidak bosan menemuinya setiap hari?”
“…” tidak menyahut, pria itu
memilih membisukan mulutnya dari pada harus berdebat lagi dan lagi. Dengan
enggannya dia melangkah masuk kedalam rumah.
“nanti siang kau ikut aku ke
Jepang, bersiaplah” suara itu akhirnya melembut hingga berhasil membuat si pria
menghentikan langkahnya.
“benarkah? Itu yang kutunggu”
sahutnya pelan tanpa ekspresi sedikit pun, membuat bingung lawan bicaranya.
Hari ini matahari akan bersinar lebih cerah dari
sebelumnya..
Aku akan melangkah lebih ringan dari hari kemarin..
Masa sulit itu akan segera berlalu..
Selamat
tinggal
No comments:
Post a Comment