Tuesday, 12 February 2013

NAMELESS MEMORY

Langit diatas sana telah memuntahkan bulir-bulir beningnya. Hangat.. masih merasa hangat meski sebagian manusia mungkin masih bergulat dengan nyaman disinggasana mimpinya.

     Seorang pria muda berjalan gontai, melangkah hati-hati menuruni tempat favoritnya. Ya, akhir-akhir ini dia memang sering mengunjungi tempat itu. Berharap seseorang diseberang sana bersedia menampakkan diri. Rindukah? Bahkan rasa itu telah membuncah hingga membuatnya lupa bagaimana rasa rindu sebenarnya. Hatinya telah terbawa mati bahkan sebelum yang namanya kematian benar-benar terjadi..



“ Dari mana lagi? Semalaman tidak pulang, apa kau tidak bosan menemuinya setiap hari?”
      “…” tidak menyahut, pria itu memilih membisukan mulutnya dari pada harus berdebat lagi dan lagi. Dengan enggannya dia melangkah masuk kedalam rumah.
      “ Nanti siang kau ikut aku ke Jepang, bersiaplah” suara itu akhirnya melembut hingga berhasil membuat si pria menghentikan langkahnya.
      “ Benarkah? Itu yang kutunggu” sahutnya pelan tanpa ekspresi sedikit pun, membuat bingung lawan bicaranya.

                                                                                                        ***

Jika ada penguasa yang lebih berkuasa dari Tuhan,
Katakan padaNya aku ingin bernegosiasi tentang takdir kami…
Karena Tuhan saja tak mampu menolong…
Tidak, bukan tak mampu,
Tapi tak sudi…
Kami bersalah Tuhan, maaf…

        “ Bagaimana bisa kau begitu keras kepala Youngmin? Semuanya sudah jelas, kalian berdosa! Kau mau membuat almarhum kedua orang tua kita terkurung di neraka selamanya karena harus menanggung dosa-dosa kalian, hah?” cerca Jiyeon membuat namja dihadapannya segera merosot lemah kelantai, airmatanya kian membanjir sekarang.

        “ Aku mencintainya noona…” ringis namja itu yang tak lain adalah Jo Youngmin yang merupakan adik pertama dari Jiyeon. Sejak berusia 19 tahun Jiyeon memang memilih mengungsi ke Jepang tepatnya sejak kedua orang tuanya meninggal 7 tahun lalu. Dan selama itulah dia meninggalkan kedua adik kecilnya yang saat itu masih berusia 16 di Korea. Dia turut bersalah karena tak pernah berada disisi mereka selama masa-masa sulit itu.
        “ Cinta saja bukan segalanya, kau mau menanggung dosa seumur hidup hanya karena cinta terlarang? Ingat Youngmin, Kwangmin itu adikmu!”

            DEG..
            Seperti tersengat petir, meski kata-kata itu sudah terlalu sering didengarnya, tapi tetap saja rasanya seperti mati ketika kata-kata yang sama kembali diucapkan oleh Jiyeon.
  “Dan kalian sama-sama pria” lanjut Jiyeon.
  “Memangnya kalau dia adikku dan kami sama-sama pria kau mau apa?” sahut Youngmin tak kalah sengit, dia kemudian berdiri hingga berhadapan dengan noona-nya. “sudah cukup kau ikut campur dalam urusanku, suruh siapa dulu kau meninggalkanku berdua dengan Kwangmin? Dan sekarang buat apa kau datang kembali?” lanjut Youngmin.

  “BODOH! Kelak kalian akan menanggung karma, lihat saja” sinis Jiyeon dan akhirnya memilih pergi.





            Tuhan memang pencipta yang paling agung. Sebuah hamparan hijau yang membentang sejauh mata memandang, menjadi sajian istimewa pagi ini. Berpusatkan lingkaran warna warni dari aneka jenis bunga, membuat pesona dari atas bukit itu kian bertambah. Kicau burung yang beriringan menembus awan, serta kemilau mentari yang tak terlalu terik menjadi sajian pelengkap kuasa Illahi yang tak pernah lelah menguntit tingkah hambanya.


“ Bagaimana? Kau suka tempat ini?” Tanya Kwangmin setibanya mereka di atas sana.

  “ Sangat, aku saangat suka!” sahut Youngmin seraya berlarian menyusuri hamparan hijau itu. Matanya kian berbinar ketika mendapati berbagai bunga ditengah-tengah bukit. “Kwangmin, ini sangat indah. Aku tak menyangka di Perbukitan Tsan ada tempat seindah ini” ucap Youngmin tanpa mengalihkan pandangannya dari benda berwarna-warni itu.

“Diantara banyak bukit, bukit ini yang paling indah. Dan aku sengaja membuat taman bunga ditengahnya. Aku senang jika kau menyukainya” ucap Kwangmin sambil mendekati kekasihnya lalu memeluknya dari belakang dan menumpukan dagunya pada bahu Youngmin. Sangat merindukan sosok pria tercintanya itu setelah hampir seminggu mereka tak bisa bertemu, karena Kwangmin yang terpaksa harus keluar rumah ketika hubungannya dengan Youngmin tercium oleh Jiyeon.

 “ Jinjja? Kau sendiri yang membuatnya?” Tanya Youngmin tak percaya. Dia dapat merasakan Kwangmin mengangguk dibahunya. “tapi kenapa bukan bunga matahari yang kau tanam? Apa kau lupa, yang kusuka itu bunga matahari”

 “ Jinjja?” sontak Kwangmin melepaskan pelukannya, sepertinya dia melupakan sesuatu lagi.

 “ Ishh, lagi-lagi kau lupa. Bahkan bunga kesukaanku pun kau sudah lupa. Kau ini kenapa?”

  “ Mianhae chagi, aku terlalu bersemangat sampai-sampai melupakan itu. Tapi tenang saja, aku masih punya satu kejutan lagi. Ayo ikut aku!” Kwangmin menarik lengan Youngmin menuju sebuah tempat. Lagi-lagi namja itu dibuat takjub. Sebuah pohon besar yang terlihat seperti pohon biasa, namun tampak sebuah susunan kayu membentuk rumah kecil bertengger di atas pohon tersebut.



“ Rumah pohon? Ini untukku?” Tanya Youngmin kaget, air matanya hampir tumpah saking bahagianya.

“ Yeah, just for you, honey. Ayo kita keatas” ajak Kwangmin.

            Dan keduanya pun segera meniti anak tangga yang sudah tersedia dibadan pohon. Tidak terlalu sempit, foto-foto mereka berjejer disepanjang dinding, aneka jenis cemilan bahkan alas tidur beserta dua bantal dan gulingpun tersedia disana.

“ Dari atas sini kita bisa melihat keindahan dibawah sana. Dan lihat burung-burung itu, kita seperti ikut terbang bersama mereka, kan? Meski langit dan bumi tak bisa menyatu, tapi dari sini kita bisa merasa lebih dekat dengan langit. Setelah mati, manusia akan pergi kesana, orang tua kita juga ada diatas sana” ucap Kwangmin pelan seraya menunjuk ke atas langit yang kian membiru.

“ Ini sangat istimewa untukku, terima kasih untuk semuanya. Aku benar-benar bahagia hari ini” seru Youngmin dan kembali memeluk Kwangmin.
 “ Apapun asal bisa membuatmu bahagia, aku pasti akan melakukannya” sahut Kwangmin. Sejak kematian orang tua mereka 7 tahun silam, ditambah dengan kepergian kakak sulung mereka, membuat Youngmin benar-benar tertekan. Setiap hari hanya dihabiskannya dengan menangis, sedangkan si bungsu Kwangmin tidak tahu harus berbuat apa untuk kakaknya. Dia yang masih berusia 16 tahun terpaksa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya dan juga Yongmin. Bukan karena mereka terlahir dikeluarga miskin. Keluarga Jo adalah pengusaha sukses dan termasuk dalam daftar 10 keluarga terkaya di Korea.

                 Namun, hanya karena insiden persaingan bisnis, perusahaan mereka dijatuhkan oleh pihak lawan dan berakhir tragis dengan terbunuhnya tuan dan nyonya Jo dalam kecelakaan maut yang direncanakan. Dan Jiyeon yang tak kalah tertekannya, memilih kabur ke Jepang tepat dihari pemakaman orang tuanya dengan membawa sejumlah perhiasan ibunya yang berhasil diselamatkannya dari sitaan pihak bank. Tanpa sanak saudara, Kwangmin dan Youngmin hidup berdua dalam kesengsaraan. Sejak kejadian itu, Kwangmin bertekad akan selalu membahagiakan Youngmin dan tak akan meninggalkannya seorang diri.

ini salah..


 Jelas sangat salah..
 Tapi siapa pun jika berada dalam situasi ini tentu tak kuasa melawan..
 Bukan kami yang berkehendak, tapi takdir Tuhan yang menentukan..

                                                                                                                       ***

        “ Kau masih menemuinya?” Tanya Jiyeon ketika melihat adiknya itu memasuki rumah mereka. Bukan, bukan rumah mewah yang mereka diami sejak kecil dulu, melainkan rumah Younmin dan Kwangmin yang memang tak kalah mewah dari rumah yang telah disita 7 tahun lalu itu. Kwangmin berhasil menjadi pembisnis sukses diusianya yang baru menginjak 23 tahun.



“ Bukan urusanmu!” sahut Youngmin dingin.
“ Kenapa kau masih keras kepala!? Kau jangan mengingkari takdir, Kwangmin itu adikmu! Mau sampai kapan kau berbuat dosa seperti ini?”
“ Kau sendiri? kapan kau akan pergi dari sini? Apa kau tak malu menumpang tinggal dirumah orang lain, bahkan berani mengusir pemiliknya?”
“ Bicara apa kau, aku ini noona-mu!”
“ Sejak kau meninggalkan aku dan Kwangmin 7 tahun lalu, aku merasa tak punya hubungan apapun denganmu lagi. Sebaiknya kau segera angkat kaki, karena secepatnya aku akan membawa kekasihku kembali kerumah ini!” ucap Youngmin dan segera masuk kedalam kamarnya.
“ Menjijikan! Kalian benar-benar menjijikan!” teriak Jiyeon namun Youngmin sudah tak menyahut.

                                                                                                ***

                       Disuatu senja yang hampir menelan habis puing mentari, sepasang kakak beradik menghabiskan temaramnya hari diatas rumah pohon mereka. Sang kakak terbaring diatas paha adiknya sambil menutup mata. Dalam setiap napas yang berhembus terselip sebuah doa, semoga senja turut menelan habis dosa-dosa yang telah dipahat sempurna.

“ Aku tak bisa, maafkan aku tapi aku benar-benar tak bisa pulang sekarang” ucap Kwangmin masih membelai lembut rambut seseorang yang kini berbaring dikakinya.
“ Apa karena Jiyeon noona?”
“ Entahlah, tapi setiap aku melihatnya, aku benar-benar merasa takut. Sepertinya dosa-dosa kita terlalu menumpuk”
“ Cinta tak mengenal dosa, Kwangmin” bisik Youngmin lirih yang masih memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan hangat Kwangmin dikepalanya.
“ Kita hanya perlu menunggu hari itu tiba. Entah bagaimana akhirnya, tapi kelak semua ini pasti akan berakhir”

            Pembicaraan pun terhenti sampai disana, suasana hening membuat keduanya terhanyut dalam lamunan masing-masing. Tanpa sadar, sepasang mata bening mereka menitikkan Kristal ketakutan. Takut semuanya akan segera berakhir. Bodoh, bahkan yang namanya dosa sekalipun masih ingin dinikmati lebih lama..
                                                                                                                      ***

Sudah hampir satu jam Youngmin menunggu dengan cemas seseorang didalam sana. Entah kenapa perasaannya sangat takut sekarang. Meski harus berpisah, dia juga tak mau berpisah secepat ini. Tidak, Youngmin segera mengusir beberapa pikiran bodoh yang bermunculan dibenaknya.

            Tiba-tiba seseorang pun akhirnya keluar dari sebuah ruangan serba putih. Wajahnya sedikit pucat namun masih berusaha menampakkan senyum terbaiknya pada namja dihadapannya.

“ Bagaimana? Apa kata dokter?” Tanya Youngmin panik.
“ Kau tampak cemas sekali, tenanglah. Hasil pemeriksaan akan keluar seminggu lagi. Tapi menurut perkiraan dokter, aku hanya terlalu lelah makanya sampai pingsan semalam” sahut Kwangmin.
“ Kau tidak berbohong, kan? Aku mohon jangan menyembunyikan apapun dariku” isak Youngmin.
“ Percayalah, meski dokter mengatakan aku akan mati besok, aku tetap tak akan mati. Aku tak akan meninggalkanmu, jadi tenanglah. Aku baik-baik saja, lagi pula hasil pemeriksaan belum bisa diketahui hari ini”

“sejauh ini yang dapat saya lihat, sepertinya ada sedikit gangguan pada sistem syaraf otak anda, kemungkinan seperti gegar otak atau amnesia ringan. Anda akan sering lupa terhadap sesuatu hal, tapi tenang saja itu bisa disembuhkan dengan obat-obatan”
“gangguan syaraf otak? Saya akan amnesia, dok?”
“entahlah, itu hanya dugaan sementara. Jika pun benar demikian, anda tak perlu khawatir karena penyakit itu tidak permanen jadi bisa disembuhkan. Tapi kita harus menunggu hasil pemeriksaan selanjutnya minggu depan”

                                                                                                    ***

 “ kau mau kemana lagi, Youngmin?” Tanya Jiyeon ketika melihat adiknya itu keluar kamar dengan tergesa.

“Bukan urusanmu!” bentak Yungmin.

“ Jika kau ingin bertemu Kwangmin lagi, jangan harap aku akan mengijinkanmu keluar rumah. Hari ini kau harus ikut aku ke Jepang” ucap Jiyeon. Rasanya dia pun tak tega memisahkan kedua adiknya. Hidup terpisah-pisah seperti ini juga membuatnya menderita. Tapi dia tak punya pilihan, karena dia pasti akan turut berdosa jika membiarkan hubungan terlarang kedua adiknya itu berlanjut.

“ Noona tolonglah, jangan membuatku benar-benar harus membencimu. Aku harus pergi sekarang jadi jangan melarangku”

“ Kau mau kita semua mendapat karma karena dosa-dosa kalian? Aku melakukan ini demi___”

“ Kwangmin sedang sakit sekarang!” potong Youngmin cepat membuat Jiyeon terperanjat. “aku baru menerima kabar dari karyawannya, dia pingsan di kantor tadi pagi. Aku harus kerumah sakit sekarang karena hari ini juga hasil pemeriksaannya minggu lalu akan keluar” lanjut Youngmin.

“ Kwangmin sakit apa?” Tanya Jiyeon parau. Sekeras apapun dia pada Youngmin dan Kwangmin, tapi mereka berdua tetap adiknya. Mendengar Kwangmin terbaring dirumah sakit juga membuat hatinya teriris.


“ Entahlah, aku juga tak tahu. Kalau kau masih punya hati sedikit saja pada adikmu, biarkan aku menemuinya sekarang”

“ Baiklah, aku ikut”

“ Untuk apa? Kwangmin sedang sakit sekarang”

“ Karena dia sedang sakit maka aku harus bertemu dengannya, kau pikir aku akan melakukan apa, Kwangmin juga adikku”
-HOSPITAL-

“ Bagaimana dok, sebenarnya apa yang terjadi pada adik kami?” Tanya Jiyeon yang saat ini sedang berada diruang dokter bersama Youngmin yang masih menangis disampingnya. Ketika melihat Kwangmin terbaring tak sadarkan diri membuat Youngmin terpukul, Jiyeon sudah melarangnya ikut menemui dokter, tapi Youngmin tetap bersikeras ingin segera mengetahui laporan hasil pemeriksaan Kwangmin minggu lalu. Tidak tahu kenapa hatinya begitu takut saat ini..

 
“ Ini memang berat, tapi saya harus mengatakannya. Saudara Jo Kwangmin menderita penyakit Alzheimer. Penyakit yang seharusnya dialami oleh orang lanjut usia, namun tak menuntup kemungkinan bisa dialami oleh pasien yang masih berusia muda.  Adik kalian akan kehilangan ingatannya secara perlahan. Dia akan lupa apa dia sudah makan atau belum, sudah mandi atau belum, bagaimana cara mengenakan baju, cara makan dan hal rumit lainnya dia tak akan tahu, tidak bisa mengingat alamat rumah bahkan siapa namanya sendiri pun dia tak akan ingat. Secara berangsur ingatannya dimasa lalu akan terhapus, dia akan lupa pada sanak saudaranya, jati dirinya dan berbagai kenangannya sampai pada akhirnya dia akan kehilangan seluruh memorinya. Dan satu lagi, Alzheimer tidak dapat disembuhkan. Kami hanya bisa memberi obat untuk mengurangi rasa sakit dikepalanya. Tapi jika saatnya tiba, maka..” 

“ Maka apa dok?”

“ Maka akan berakhir dengan kematian”

“ Berapa lama lagi?”

“ Pasien Alzheimer diusia muda bisa bertahan hingga 3 tahun. Tapi mengenai memory, kemungkinan akan terhapus seluruhnya dalam waktu 1 tahun. Karena Alzheimer yang diderita adik kalian tergolong ganas, dia bisa saja tak akan bertahan dalam rentang waktu yang diperkirakan”

            Jiyeon dan Youngmin sontak menangis bersamaan mendengar penjelasan dokter. Bagaimana bisa adik mereka mengalami penyakit parah semacam itu. Perlahan keduanya berjalan keluar dari ruang dokter, Jiyeon berusaha menenangkan Youngmin yang menangis dibahunya. Kwangmin masih tak sadarkan diri, siapa yang harus disalahkan atas kejadian ini? Siapa yang harus bertanggung jawab? Ini menyakitkan, Alzheimer memang tak seganas penyakit mematikan lainnya. Tapi akibat dari penyakit ini sungguh fatal..

                                                                                                               ***

Cintaku berbataskan massa waktu..
 Cintaku berbataskan denting pada jam dinding..
Jika waktuku tiba, maka cintaku akan menghilang...


        Setelah terungkapnya keterangan mengenai penyakit Kwangmin sebulan lalu, Jiyeon memutuskan untuk melunakkan hatinya. Dia mengijinkan Kwangmin kembali kerumah yang memang milik Kwangmin sendiri. Berusaha melupakan seberapa berdosanya kedua adiknya dimasa lalu, meski selalu berusaha memisahkan mereka, namun akhir yang seperti ini, Jiyeon juga tak pernah mengharapkan.

 “ Hey, hari ini kau ingin kemana, eum?” Tanya Youngmin pada Kwangmin yang baru saja menghabiskan sarapannya. Saat ini ketiga Jo bersaudara itu sedang duduk dimeja makan. Jiyeon hanya bisa diam mendengar pembicaraan kedua adiknya, hatinya sudah sangat terpukul melihat Youngmin yang selalu bersikap seolah tak terjadi apa-apa pada Kwangmin.

“ Aku mau kebukit” sahut Kwangmin. Meski terlihat sehat seperti orang normal lainnya, tapi dia tidak bisa menutupi ada sesuatu yang sering hilang dari ingatannya. “ Tapi, aku sedikit lupa dimana tempatnya” lanjut Kwangmin pelan.
  
  “ Tenang saja, kalau kau lupa apapun, kau bisa menanyakannya padaku, karena aku akan selalu ingat semuanya tentang dirimu, tentang kita” sahut Kwangmin.
***

        Pagi yang cukup cerah untuk berkeliaran diatas bukit, mentari pun seolah mendukung aktivitas yang dilakukan sepasang kakak beradik itu.
“ Kau tidak lelah kan setelah mendaki keatas sini?” tanya Youngmin setibanya mereka diatas bukit.

“ Apa dulu aku pernah mengeluh bahwa aku lelah?” Kwangmin balik bertanya.

“ Tidak, kau tidak pernah mengeluh, justru kau yang paling bersemangat setiap kali mengajakku ketempat ini”

 “ Kurasa tak ada yang berubah didiriku, aku masih seperti waktu itu” sahut Kwangmin. Matanya memandang takjub kehamparan permadani hijau dihadapannya. Meski dia masih familiar terhadap tempat itu, tapi dia selalu merasa kagum setiap kali Youngmin mengajaknya kesana, seolah-olah dia lupa bahwa semalam dia juga mengunjungi tempat yang sama.

 “ Tempat ini kau yang mengenalkannya padaku, kau juga membuatkan sebuah taman bunga kecil untukku. Meski bukan bunga matahari yang kau tanam, tapi aku tetap menyukainya. Semua yang kau beri untukku tak ada yang tak indah. Aku___” ucapan Youngmin terhenti ketika dia tak mendapati Kwangmin disampingnya. Matanya segera mencari-cari dimana sekiranya adik sekaligus kekasihnya itu berada. “ Kwangmin! Kau dimana?” teriak Youngmin. Tiba-tiba rasa takut itu kembali menghantuinya, membuat airmatanya menetes tanpa sadar. Dia berlari mengelilingi sisi bukit namun sosok Kwangmin tak juga ditemukan.

“ HEY..” seru seseorang dari atas pohon, dan Youngmin pun sontak mendongakkan kepalanya

“ Kwangmin, kenapa kau tak bilang kau akan kemari?” Tanya Youngmin kesal namun lebih dari itu dia sangat lega karena menemukan Kwangmin baik-baik saja.

“ Aku tak sengaja menemukan tempat ini. Kemarilah, dari sini kita bisa melihat pemandangan lebih luas lagi, kau pasti suka” ucap Kwangmin. Youngmin hanya menunduk sedih, hatinya sangat sakit mendengar ucapan Kwangmin. Apa Kwangmin lupa, rumah pohon itu dia sendiri yang membuatnya.

“ Ya, ini indah sekali. Bagaimana bisa kau menemukannya?” Tanya Youngmin setelah berhasil menaiki anak tangga pada pohon tersebut.

“ Entahlah, aku hanya merasa sepertinya aku sering ketempat ini. Aku melangkah mengikuti kata hatiku dan akhirnya aku tiba disini” jawab Kwangmin. Meski kenyataannya Kwangmin sudah kehilangan beberapa ingatannya, tapi didalam hatinya dia masih bisa mengingat sebuah tempat yang begitu berarti baginya.

“oh” sahut Youngmin sekenanya. Ini menyakitkan..

“Youngmin!”

“ya?”

“ Berbaringlah disini” pinta Kwangmin, dan lagi-lagi Kwangmin melakukan sesuatu hal yang biasa dilakukannya dulu, bukan berdasarkan ingatan dimemori otaknya, melainkan berdasar ingatan abadi dihatinya. Youngmin tersenyum karena Kwangmin masih mengingat kebiasaan itu, dan dia pun segera berbaring di kaki Kwangmin.

“Youngmin!” panggil Kwangmin lagi.



“ Huum?” sahut Youngmin dengan dengungan, dia masih enggan membuka mata yang langsung terpejam ketika kepalanya menyentuh kaki Kwangmin. Moment ini begitu nyaman baginya, dia tak mau semuanya berakhir terlalu cepat.

“ Berjanjilah, apapun yang akan terjadi kau harus selalu percaya padaku. Aku mencintaimu, selalu mencintaimu. Aku tahu ini suatu dosa, tapi aku tidak peduli. Jika kelak aku melupakanmu, kau jangan sedih. Meski aku akan lupa bagaimana caranya mencintai, tapi kau harus tahu, sampai detik itu pun perasaanku tak akan pernah berubah. Meski aku tak bisa mengatakan ini lagi, tapi percayalah, aku akan selalu mencintaimu. Kau percaya, kan?”

“ Ya, aku percaya” Youngmin berbisik lirih dengan mata masih terpejam, karena jika sedikit saja dia membuka mata, maka air matanya pasti akan langsung keluar.

“Youngmin!”

“ya?”

“ Maaf, aku akan melupakanmu”

“ Tak apa apa asal kau selalu mencintaiku”

“Youngmin!”

“ya?”

 “ Maaf!”

“ Tidak ada yang perlu dimaafkan”

“Youngmin!

“eum?”

“Aku hanya ingin menyebut namamu sebanyak mungkin. Aku takut kelak tak bisa melakukannya lagi”

“sebutlah sebanyak yang kau mau”

 “ Bodoh sekali, bahkan kelak aku akan lupa siapa namamu”

“Aku dengan senang hati akan mengenalkan diriku padamu setiap hari”

“ Youngmin”

“ Ya”

“ Jika nanti kau bosan dan lelah menghadapi tingkahku, kau boleh meninggalkanku”

“Tak akan”

“ Youngmin”
“Ya”

“ Kau harus hidup lebih baik lagi jika tak ada aku”

            DEG..
            Youngmin sontak membuka kedua matanya, sepertinya yang diduganya, air mata itu pun akhirnya tumpah ruah.

“ Tak ada hari yang lebih baik selain saat bersamamu, dalam kondisi seperti apapun asal bersamamu akan selalu indah bagiku. Bahkan yang namanya dosa sekalipun tetap terlihat indah dimataku” isak Youngmin dan Kwangmin pun segera memeluknya.

“ Kelak aku akan lupa semua ini, aku akan lupa padamu, lupa pada kenangan kita, aku juga akan lupa bahwa aku pernah berkata seperti ini. Aku akan lupa bahwa aku pernah sangat mencintaimu, aku akan lupa semuanya. Aku seperti orang bodoh yang tak akan tahu apapun lagi, kau akan bosan mengurusiku”

“ Apa yang kau pikirkan? Meski kau akan melupakan semuanya, kau harus tahu, masih ada aku disisimu. Aku yang akan mengingatkanmu tentang kita dihari ini dan kita dihari-hari sebelumnya, aku akan mengingatkanmu bagaimana selama ini kita saling mencintai. Aku akan menceritakan semua tentang hidup kita setiap hari hingga tak ada satu detikpun waktu untukmu melupakan kenangan kita”

“Youngmin!”

“eum?”

“ Aku ingin menyebut namamu lebih sering dan menyimpannya diseluruh sudut hatiku, dengan begitu aku bisa terus mengingat namamu disaat aku hampir terlupa”

***

Takdir hidup manusia Tuhan yang menentukan..
Meski bukan ini yang terbaik, setidaknya dengan begini sebuah dosa bisa cepat diakhiri.

-3 BULAN KEMUDIAN…-

“Kwangmin, kau sedang apa?” Tanya Youngmin ketika masuk kekamar Kwangmin dan terlihat Kwangmin sedang berdiri di depan jendela kamarnya.

“ Sepertinya ada beberapa hal lagi yang aku lupa hari ini” sahut Kwangmin pelan seraya memalingkan wajahnya agar berhadapan dengan Youngmin.

“Apa yang kau lupakan? Aku akan mengingatkannya”

“ Apa dirumah ini kita hanya bertiga? orang tua kita kemana?”

“ Orang tua kita sudah meninggal. Mereka meninggal dalam kecelakaan”

“ Lalu kau? Kau kakakku, kan? Maaf aku lupa namamu”

“ Ya.., a..aku.. kakakmu. Namaku Jo Youngmin, kau Jo Kwangmin, dan kau punya satu kakak perempuan, namanya Jo Jiyeon. Apa ada lagi yang ingin kau tanyakan” tanya Youngmin. Bibirnya terasa tercekat, ini sakit lebih dari apapun. Bahkan dalam waktu yang singkat saja Kwangmin sudah lupa mengenai hubungan mereka. Apa benar Kwangmin hanya menganggapnya sebagai kakak?

“ Mungkin banyak lagi yang harus kuketahui, tapi entahlah, kepalaku sedikit pusing”
“ Kwangmin..”
“ya?”
“ Bagaimana menurutmu mengenai cinta antara kakak beradik?”
“ Heh? Maksudmu?”
“ Ehm, tidak. Lupakan”
” Ya sudah”
 “ Kwangmin”
“ Ya?”
“ Apa kau sedang merasakan cinta sekarang?”
“ Sepertinya begitu, tapi entahlah”
“ Jika kau jatuh cinta pada saudara kandungmu sendiri dan kalian sama-sama namja, bagaimana?”
“ Mwo? ishh, itu menjijikkan. Meski ada banyak hal yang kulupakan, tapi aku tahu hubungan semacam itu sungguh terlarang”

            DEG…
            Bahkan Kwangmin dialam bawah sadarnya sekalipun mengutuk hubungan terlarang itu…



 “ Memangnya kenapa? Apa aku pernah merasakannya dimasa lalu?”
“ Tidak.. kau tidak mungkin merasakan cinta menjijikan semacam itu” sahut Youngmin. Dia sudah game over, sakit dipenjuru hatinya kian membuncah.
“ Tapi cinta tak kenal rasa jijik. Kalau pun aku pernah merasakannya, aku yakin waktu itu aku punya alasan kenapa aku mencintai saudaraku. Cinta yang seperti itu yang mungkin disebut cinta sejati, cinta yang tak mengenal dosa meski Tuhan mengutuknya” sahut Kwangmin.


-6 bulan kemudian…-

“Kwangmin, kau sedang apa?” Tanya Youngmin yang baru saja masuk keruang rawat Kwangmin. Sejak seminggu lalu, Kwangmin menghabiskan waktunya dirumah sakit. Rasa nyeri yang menyerang kepalanya sudah tak tertolong hanya dengan obat-obatan, begitu pun memorinya. Setiap kenangan yang diukir dengan manis itupun satu persatu harus direlakannya terhapus dari ingatan.

“ Apa orang itu akan terus-terusan menusuk kulitku. Ini menyakitkan” keluh Kwangmin.
“ Kau harus disuntik, Setidaknya itu bisa mengurangi rasa sakit dikepalamu” terang Youngmin.
“ Suntik? Apa itu bisa menghilangkan sakit kepalaku?”
“ Ya, suntik itu artinya memasukkan obat kedalam tubuhmu melalui suatu jarum, itu yang membuat kulitmu terasa sakit. Tapi itu sakitnya tidak seberapa, kau kuat Kwangmin” tanpa lelah Youngmin menerangkan setiap hal yang tidak dimengerti oleh Kwangmin. Dan namja yang masih tampak pucat itupun membalas dengan anggukan, meski beberapa menit kemudian dia akan lupa kembali.
“ Sekarang saatnya kau makan” Youngmin mengambil piring yang baru saja diletakkan seorang suster diatas meja.
“ Makan?”
“ Ya, sesuatu yang masuk kemulutmu dan setelah itu kau akan merasa kenyang. Ayo, buka mulutmu”
“ Apa itu rasanya enak?”
“ Tentu, ini stick daging kesukaanmu. Kau pasti suka”
***

“ Kwangmin.” panggil Youngmin, namun Kwangmin tak menyahut, dia seolah sibuk dengan lamunannya sendiri. “Kwangmin!” seru Youngmin lagi seraya menyentuh pundak Kwangmin.
“ Eh, ya?” Tanya Kwangmin kaget.
“ Kwangmin, kau melamunkan apa?” Tanya Youngmin.
“ Kwangmin?? Aku??”
“ Ya, namamu Kwangmin, Jo Kwangmin. Kau ingat aku?”
“ Maaf hyung, aku lupa”
“ hyung?” Youngmin tampak kaget mendengar Kwangmin memanggilnya begitu. Tapi itu memang pantas, kan? Kwangmin seharusnya memang memanggilnya hyung. “ Panggil saja aku Youngmin. Coba, sebut namaku”
“Young.. Min ? Youngmin”
“ Ya, begitu” Youngmin hampir menitikkan airmatanya, entah kenapa dia masih tak rela jika Kwangmin melupakannya secepat ini. Tapi dia harus memegang janjinya, dia sudah berjanji pada Kwangmin akan selalu percaya bahwa Kwangmin selamanya akan mencintainya meski dia sendiri sudah lupa bagaimana cara mencintai.
“ Matamu mengeluarkan air? Bagaimana bisa? Apa terjadi sesuatu padamu?” Tanya Kwangmin tampak bingung.
“ Ah, tidak. Aku tidak apa-apa. hal ini wajar dialami oleh orang yang merasa sedih, namanya menangis. Tapi tenang saja, aku tidak sedih, dan tidak juga menangis” kilah Youngmin segera menghapus air matanya, Kwangmin hanya menganggukkan kepalanya, entah dia mengerti atau tidak.
“ Kwangmin?”
“ Ya?”
“ Kau tahu apa itu cinta?”
“ Cinta? Apa itu sesuatu yang indah? Aku tidak tahu”
“ Ya, cinta itu adalah sesuatu yang indah. Kau akan merasa bahagia jika merasakannya. Kau akan selalu tersenyum jika bersama orang yang kau cintai”
“ Kau pernah merasakannya?” Kwangmin tampak antusias mendengar penjelasan Youngmin, meski hanya ada beberapa kata yang bisa dia mengerti.
“ Tentu pernah, setiap hari aku selalu merasakannya. Aku mencintaimu. Apa kau juga mencintaiku?”
“ Aku tidak tahu”
“ Apa kau bahagia jika bersamaku?”
“ Bahagia? Apa itu juga sesuatu yang indah?”
“ Bahagia itu suatu perasaan yang membuatmu selalu merasa ingin tersenyum jika berada disisiku, kau merasakannya?”
“ Hmm, sepertinya begitu”
“ Baguslah, ah iya kau mau kuajak kesuatu tempat?”
“ Heh?”
“ Kau pasti akan suka, tapi tunggu dulu, aku akan minta ijin pada dokter. Kau tunggu disini, aku tak akan lama”

***

Bagaimana rasanya jika seseorang yang kau cinta tiba-tiba melupakanmu?
Meski jauh dilubuk hatinya tak pernah ingin melupakanmu, aku hanya tak menyangka ternyata rasanya akan sesakit ini.

“ Kau ingin mengajaknya kemana?” Tanya Jiyeon yang tiba-tiba menarik lengan Youngmin ketika dia baru saja keluar dari ruang rawat Kwangmin.

“ Kau menguping pembicaraan kami?” bentak Youngmin sengit.

“ Aku hanya tak sengaja mendengar, kau harus ingat, Kwangmin sedang sakit sekarang. Kau juga harus ingat, dia bukan Kwangmin yang kau kenal dulu, semua kisah tentang kalian harus dikubur dalam-dalam. Kau tak boleh menceritakan banyak hal padanya, dia bukan Kwangmin-mu yang dulu”

“ Kau salah, meski Kwangmin melupakanku, tapi dia tak pernah lupa, dia mencintaiku, selalu mencintaiku”

“ Kau jangan memberatkannya, apa kau tak sadar, apa yang terjadi pada Kwangmin adalah karma dari dosa-dosa kalian. Tuhan sengaja menghapus semua cerita tentang kalian dari ingatan Kwangmin karena Tuhan tak ingin kalian berdosa terlalu dalam. Buka matamu, pandang dia sebagai adikmu!”

“ Kwangmin mencintaiku, noona…” Isak Youngmin.

“ Cinta kalian salah arah. Ini tak benar.. ini tak boleh dilanjutkan karena kalian akan berdosa besar. Asal kau tahu, aku lebih lega jika salah satu dari kalian ada yang pergi, setidaknya itu satu-satunya cara mengakhiri perbuatan nista ini”

Seluruh dunia turut mengutuk..
Ini sungguh salah dan kami menyadarinya..
Tapi cinta semacam ini siapa yang mampu melawan..
Kami hanya makhluk Tuhan yang tak kuasa melawan takdir..
Maaf Tuhan, kami bersalah..

            Seorang perawat berlari tergesa keluar dari sebuah ruangan yang baru dimasukinya, setengah berteriak ketika ruang dokter masih terlalu jauh dari tempatnya berada. Tak lama kemudian beberapa dokter dan perawat tampak panik berlarian menuju sebuah ruangan. Tiba-tiba sebuah ranjang pasien didorong keluar ruangan, beberapa perawat sibuk memasangkan peralatan medis ketubuh pasien tersebut. Bekerja bertarung melawan waktu seolah waktu satu detik saja begitu berharga.

“ Kwangmin…” desah Youngmin dan Jiyeon bersamaan. Melihat pemandangan orang-orang yang berlarian panik membuat mereka tertegun cukup lama. tak kuasa berkutik karena rasa takut tiba-tiba datang merajam. Hanya air mata yang dapat meluapkan bagaimana perasaan mereka saat ini.

            Beberapa menit kemudian, mereka mulai tersadar dan segera berlari menuju ruang yang diyakini menjadi ruang baru untuk adik mereka. Bukan ruangan yang lebih baik dari sebelumnya, tapi seperti ruang pesakitan yang siapa pun jika masuk kedalamnya maka tak akan bisa keluar, ini mengerikan..

            Yang ditakutkan pun terjadi..
adikku tak tertolong..
dia telah pergi..
adikku telah pergi..
cintaku telah pergi..
ini karma aku tahu..
tapi kenapa harus dia yang menanggung..
lebih dari segalanya, aku bersyukur..
adikku tak akan merasa sakit lagi..
adikku tak akan berdosa lebih banyak lagi..
Selamat jalan Jo Kwangmin, lebih dari siapapun, kau menjadi yang istimewa dihatiku, selamanya..
Tuhan, ampuni dia.. ampuni kami.. karma berikutnya, biar aku yang bertanggung jawab..

***
       
Langit masih tampak biru, persis seperti hari pertama kau mengajakku ketempat ini..
        Semua memang selalu sama, kecuali satu hal..
        Waktu itu kita berdua disini, namun hari ini aku seorang diri..
        Aku harus berpuas diri memandangi hamparan hijau ini bersama bayanganmu yang kuyakini masih berada disekitarku, kau tak akan pergi jauh, kan?

            Youngmin mendaki bukit cintanya perlahan, bertekad tak ada airmata lagi setelah ini. Karena dia tahu, Kwangmin sangat tidak suka jika melihatnya menangis. Hari ini dia ingin menginap di rumah pohon lagi, entah kenapa jika berada ditempat itu dia merasa begitu dekat dengan Kwangmin.

“ Kwangmin kau pernah bilang, dari sini kita bisa merasa lebih dekat dengan langit. Setelah mati, manusia akan pergi kesana, apa saat ini kau juga sedang berada diatas sana? Aku merindukanmu. Malam ini aku akan menginap disini lagi”

      Langit diatas sana telah memuntahkan bulir-bulir beningnya. Hangat.. masih merasa hangat meski sebagian manusia mungkin masih bergulat dengan nyaman disinggasana mimpinya.
      Seorang pria muda berjalan gontai, melangkah hati-hati menuruni tempat faforitnya. Ya, akhir-akhir ini dia memang sering mengunjungi tempat itu. Berharap seseorang diseberang sana bersedia menampakkan diri. Rindukah? Bahkan rasa itu telah membuncah hingga membuatnya lupa bagaimana rasa rindu sebenarnya. Hatinya telah terbawa mati bahkan sebelum yang namanya kematian benar-benar terjadi..
      “dari mana lagi? Semalaman tidak pulang, apa kau tidak bosan menemuinya setiap hari?”
      “…” tidak menyahut, pria itu memilih membisukan mulutnya dari pada harus berdebat lagi dan lagi. Dengan enggannya dia melangkah masuk kedalam rumah.
      “nanti siang kau ikut aku ke Jepang, bersiaplah” suara itu akhirnya melembut hingga berhasil membuat si pria menghentikan langkahnya.
      “benarkah? Itu yang kutunggu” sahutnya pelan tanpa ekspresi sedikit pun, membuat bingung lawan bicaranya.

 
 
Hari ini matahari akan bersinar lebih cerah dari sebelumnya..
Aku akan melangkah lebih ringan dari hari kemarin..
Masa sulit itu akan segera berlalu..
Selamat tinggal

No comments:

Post a Comment