Mayoritas makanan-makanan di Korea
Selatan tidak hanya mementingkan citarasa namun juga kesehatan. Itu
mengapa takaran masing-masing racikannya diperhitungkan dengan matang.
Begitu juga dengan Hangwa, biskuit tradisional Korea. Hangwa, adalah
salah satu makanan sehat yang terbuat dari produk pertanian yang cara
penanamannya bebas dari bahan kimia.
Bahan baku utama Hangwa adalah gandum,
madu, biji-bijian seperti kacang pinus, wijen, walnut, kenari dan
jujube. Hangwa tidak diproses dengan pengawet apapun namun tidak mudah
basi dan gizinya lebih baik daripada cookis. Membuat Hangwa memang
membutuhkan waktu yang lama dan keterampilan memasak yang tidak
sembarangan. Hangwa selalu disajikan dengan berbagai warna dan bentuk.
Untuk memberikan efek warna yang baik, masyarakat Korea Selatan biasanya
menggunakan pewarna alami, sedangkan untuk mempercantik Hangwa, mereka
memakai kacang pinus.
Menurut beberapa buku sejarah Hangwa atau biskuit tradisional ini pada
era Tiga Kerajaan digunakan untuk persembahan kurban pada leluhur
Kerajaan Suro. Peringatan leluhur tersebut diselenggarakan pada musim
dingin dimana tidak ada buah segar yang tumbuh. Sehingga mereka membuat
Jogwa atau buah buatan yang dibuat dari bubuk gandum dicampur madu.
Masyarakat Korea percaya bahwa Hangwa sudah dikenal sejak jaman Periode
Tiga Kerajaan karena bahan-bahan untuk membuat biskuit ini termasuk
kedalam isi hadiah pernikahan Raja Silla pada 683 SM. Pada periode
Goryeo, pemeluk agama Buddha dilarang membunuh hewan dan memakan daging
sehingga Hangwa menjadi salah satu sajian utama saat itu. Tradisi minum
teh juga turut menyumbangkan popularitas Hangwa. Biskuit yang populer
pada masa itu adalah Yumilga yang merupakan nasi goreng dilapisi madu.
Pada Periode Joseon (1392-1910) item-item baru dari Hangwa mulai muncul.
Menurut catatan sejarah, setidaknya ada 254 jenis Hangwa yang dikenal
pada masa itu. Pada era modern setelah era kerajaan berakhir,
popularitas Hangwa mulai tergusur kalah terkenal dengan biskuit-biskuit
yang berasal dari Barat dan adanya penjajahan Jepang. Biskuit-biskuit
dari Barat terbuat dari tepung gandum, susu, gula dan bahan-bahan lain
yang relatif tidak dikenal di Korea Selatan.
Kini, Hangwa mengalami masa
kebangkitannya, terutama setelah tahun 1945. Hangwa tidak hanya sebagai
makanan khusus pada acara festival atau perayaan namun juga dikonsumsi
sehari-hari.
Oya, Hangwa memiliki bermacam-macam
varian. Ada Maehwa Sanja yakni madu yang dilapisi beras dengan aprikot.
Hangwa jenis ini merupakan salah satu biskuit yang paling populer.
Karena cara pembuatannya membutuhkan waktu yang lama dan warna serta
teksturnya yang indah, Maehwa Sanja disebut sebagai “bunga hangwa”.
Selain itu ada Yagwa yang terbuat dari tepung beras, diulen dengan
minyak wijen, dicetak berbentuk bunga lalu digoreng. Setelah itu dicelup
madu, sari jahe, arak dan ditabur bubuk kulit manis.
Gangjeong adalah
Hangwa yang berukuran kecil yakn seukuran jari, renyah, dan kopong
ditengahnya. Terbuat dari tepung beras ketan yang diulen dengan arak dan
air lalu dikukus. Dipotong antara 4-5 cm lalu digoreng. Setelah itu
dicelup dalam madu, ditabur wijen dan biji-bijian.
Lalu, Dasik, yakni
kue tepung beras yang diulen dengan madu ditambah serbuk sari lalu
dicetak.
Ada juga yang bernama Yaksik atau Yakbap, yakni kue tepung
beras ketan yang dicampur kacang, minyak wijen, madu, kecap, gula lalau
dikukus dengan jujube, kastanye, kacang cemara sampai kecoklatan.
Hangwa kini menjadi salah satu alternatif
oleh-oleh yang dibawa para turis sebagai bingkisan untuk kerabat di
rumah. Harga sekotak Hangwa bervariasi mulai dari 10.000 Won sampai
80.000 Won.
Meskipun agak mahal, namun rasanya lezat dan menjadi ciri
khas kudapan Korea. Dalam satu kotak tersebut Anda sudah bisa merasakan
berbagai jenis Hangwa dengan bentuk dan warna yang beraneka ragam. Anda
bisa membeli Hangwa di pusat-pusat perbelanjaan Korea Selatan
No comments:
Post a Comment