Sudah seminggu yang lalu sejak Sehun
keluar dari rumah Luhan. Pagi itu sebenarnya ia mendengar Sehun
memanggil manggil namanya. Tapi beberapa lama kemudian, ia melihat
Sehun dari jendela di lantai 2 berjalan meninggalkan rumahnya.
Luhan sedikit kecewa karena Sehun tak
pernah datang ke rumahnya lagi. Ia hanya melihat Sehun pulang dan
pergi melewati depan rumahnya. Tak ada niat sekalipun untuk memanggil
Sehun karena dia takut ibunya akan marah lagi. Tapi dia rindu dengan
Sehun. Ia ingin sekali bertemu dan sekedar berbincang lagi. Luhan
sedikit ragu apa Sehun masih mengingatnya atau tidak. Tapi Luhan tak
bisa melupakan ciuman itu. Ciuman pertamanya setelah 22 tahun yang
lalu ia lahir.
Luhan tak apa jika ibunya akan marah
besar lagi, asalkan dia tetap bisa bertemu Sehun.- lagi.
.
.
.
.
.
.
.
Sepulang sekolah hari itu, Sehun segera
bergegas menuju penjual tteobokki langganannya. Ia berencana makan
tteobokki bersama Luhan dirumahnya. Sehun ingin mengunjungi rumah
itu lagi, walau dia masih sedikit ngeri jika berada di sana.
“ Luhan” panggil Sehun pelan.
Keadaan rumah masih sama –gelap. Sehun menyalakn ponselnya sambil
mengedarkan pandangan sekeliling. Ia menemukan seorang dengan dress
seperti Luhan, menatapnya dari tangga teratas. Tapi karena penerangan
yg minim, Sehun tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
“ Luhan?”
ketika Sehun mulai bergerak selangkah,
sosok itu berlari . Sehun mulai mengejarnya ke atas.
“ Luhan! Tunggu!’
“ Ada apa Sehun?”
Saat Sehun menoleh kebelakang, ia
menemukan Luhan berdiri di belakangnya.
“ Lu..Luhan?” Sehun tergagap “ Ta
tadi kau- si siapa tadi i-tu “
Luhan tak menjawab pertanyaannya, Sehun
merasakn lengan Luhan melingkari pinggangnya.
“ Aku senang kau kesini lagi.”
Luhan tersenyum dan memeluk Sehun lebih erat.
Tak ada yang bisa Sehun lakukan selain
membalas pelukan Luhan. Sampai Luhan menarik diri dan menatap Sehun.
“ Apa yang kau bawa?”
“ Ah, ini tteobokki. Kau mau makan
bersamaku?”
Tanpa menunggu jawaban, Luhan langsung
menarik lengan Sehun menuju sofa. Awalnya Luhan sedikit
mengernyit saat melihat sehun memakannya, tapi akhirnya ia ikut
memakannya juga. Dia terkekeh pelan.
” Kenapa kau tertawa?” Tanya Sehun
yang berada disampingnya.
“ Tak apa, hanya rasanya sangat
lucu.” Luhan kembali terkekeh.
Sehun menaikkan alisnya sedikit heran.
“ Kau belum pernah memakan teobokkie?”
Luhan mengangguk sambil terus
memasukkan tteobokki ke mulutnya.
Sehun menggeleng pelan. “ ckckck.
Yang benar saja. Makanan ini sangat poluler kau tahu?”
Mereka terus melanjutkan makannya
sampai Sehun menyedari sesuatu.
“ Bisakah kau menyalakan lampu atau
sesuatu?” Tanya Sehun
“ Apa kau takut gelap?”
“ Tidak, bukan begitu, tapi mata kita
juga perlu cahaya yang cukup.”
Luhan menatap Sehun dalam. “ Jika aku
memasang lilin disetiap sudut ruangan, apa kau akan kesini setiap
hari?”
Sehun dapat melihat kilauan mata itu
menatap penuh harap, ia tahu Luhan sangat kesepian di rumah yang
gelap dan sunyi seperti ini. Jika dia bisa setiap hari kesini itu
pasti sudah dia lakukan sejak seminggu yang lalu, tapi karena dia
sangat sibuk menjelang ujian akhir ia tidak bisa setiap hari kesini.
Ia juga selalu pulang saat petag, jika Sehun mampir dia takut akan
terkunci lagi disini seperti dulu.
“ Tentu aku akan menemanimu, tapi tak
bisa tiap hari.”
Senyum Luhan mengembang. Ia tak bisa
menahan diri untuk tidak memeluk Sehun. Ia akan bahagia jika Sehun
mau menemaninya dirumah. Luhan tidak pedulu ibunya akan marah, asal
ada Sehun yang menemaninya. Mereka berdua berpelukan di sofa sampai
suara berat Sehun memecah keheningan.
“ Parfum apa yang kau pakai?”
Luhan sedikit tersentak , merasakan bisikan Sehun ditelinganya.
“ Aku tidak memakai parfum.”
Luhan masih diam tak bergeming,
perlahan merasakan telapak tangan Sehun mengelus elus punggungnya.
Luhan memejamkan mata menikmati tangan yang terus mengelusnya. Kembali
tersentak saat sesuatu yang hangat dan basah menjilat bahunya.
Butuh waktu yang lama untuk Luhan
menyadari itu adalah lidah Sehun. Jilatan dibahunya berubah menjadi
hisapan hisapan kuat dari bibir itu. Kini daun telinganya juga menjadi
sasaran. Sehun mengulumnya dengan lembut seperti sedang mengulus
marsmallow.
“ Kau cantik” bisik Sehun “ Dan
seksi”
Disaat padangan Luhan mulai berkabut
akan sentuhan Sehun, Luhan merasa dirinya kan meledak, tiba tiba
Sehun malah mendorongnya menjauh.
“ Ma maafkan aku. Aku keterusan.”
Kata Sehun gugup.
Matanya berkeliling berusaha
menghindari Luhan. Sehun menutup matanya, tangannya mengepal dan
berusaha tidak melihat Luhan. Ia berusaha mengontrol dirinya agar
tidak berbuat lebih jauh
Tangan Sehun berhenti mengepal saat ia
mendengar suara isakan disebelahnya. Ia panic seketika melihat Luhan
menangis sambil menutup wajahnya.
“ Ma mafkan aku Lu, tolong maafkan
aku. Aku-hanya?
“ Sehun.. sakit..” ucapnya sambil
terus terisak. Tengan Luhan meremas dress yang dipakainya.
Sehun tambah panic “ Aku menyakitimu?
Dimana? Bagian mana yang-“
Ucapan Sehun terhenti saat melihat
tonjolan keras yang menyembul dibalik dress nya.
“ Kau- laki laki?” Tanya Sehun tak
percaya. Bagaimana mungkin.
“ Sehuunn.. sakit sekali.”
Iya . Sehun tahu bagaimana rasanya. Itu
memang sangat menyiksa. Ia juga sering merasakannya saat menonton
film porno bersama Kai. Dan berakhir mengocok batangnya sendiri di
kamar mandi. Dan Luhan tak tahu caranya, dia sangat yakin. Jadi dia
memberanikan diri menyentuh batang yang semakin mengeras itu yang
akhirnya dijawab erangan dari Luhan. Sehun masuk ke dalam dress Luhan
yang panjang sementara Luhan terbelalak dengan tingkah Sehun.
“ Sehun! Apa yang kau- Akh!”
Luhan tidak tahu apa yang Sehun lakukan
tapi ia merasakan yang basah dan hangat mengulum ujung batangnya.
Luhan tak bisa berfikir apapun, ia tak pernah merasakn ini
sebelumnya. Rasanya nikmat sampai pandangannya kembali berkabt dan ia
bersandar lemas di sofa.
“ Merasa lebih baik?” Tanya Sehun.
Luhan tak menjawab, ia merasa sangat
lemas.
“ Ini sudah petang. Aku harus
pulang.” Kata Sehun . ia segera mengambil tasnya dan bergegas
pulang sebelum pintu ini kembai terkunci. Ia sama sekali tak mengira
jika Luhan adalah lelak, tapi ia tak menyesal.
Keesokan harinya Sehun kembali mampir
untuk merasakn tangan lembut mengelus rambutnya. Menikmati waktu
sepulang sekolah bersama Luhan dirumahnya. Rumah itu sudah tidak lagi
gelap. Luhan memasang lilin di setiap sudut ruangan. Sehun kadang
memikirkan bagaimana bisa seorang seperti Luhan bisa hidup di tempat
seperti ini.
Sehun sebenarnya ingin bertanya mengapa
Luhan hanya mengurung diri di rumah yang gelap ini dalam waktu yang
lama. Dan tiap kali sehun berkunjung dia tak pernah mendapati Luhan
dengan pakaian lain. Luhan selalu memakai pakaian yang sama. SEhun
tak bertanya , ia yakin akan ada waktu dimana dia ka mengetahi
semuanya.
“ Lu, besok aku ingin mengajakmu
berkencan.” Kata Sehun menatap Luhan.
“ K- kencan?” Sehun merasakan tubuh
Luhan mengang “ Aku tak bisa!”
“ Why? Hari Minggu besok aku libur.
Aku ingin megajakku bersenang senang.”
“ Tidak bisakah kita tetap disini
saja?”
“ Tidak! Besok aku akan menjemputmu
jadi bersiap siaplah.”
Sehun mengecup bibir Luhan sekilas lalu
pulang dengan senyum tertera di bibirnya.
.
.
.
Hari ini Sehun meminta izin ayahnya
untuk meminjam mobilnya. Dengan balutan skinny jeans dan kemeja
biru polos, ia segera mengendarai mobilnya menjuju rumah Luhan.
Di jalan ia menerka nerka bagaimana Luhan mempersiapkan dirinya untuk
berkencan. Dia jadi senyum senyum sendiri.
“ Kau tidak mau pergi Lu?” Tanya
Sehun terdengar kecewa saat menemukan Luhan tidak berbeda dengan hari
hari biasanya. Dengan Lolita dress hitam miliknya yang panjang.
“ A-aku sudah siap” kata Luhan
sambil menunjuk dalam.
Mendengar jawabannya, senyum Sehun
mengembang. Tak masalah jika Luhan masih memakai dress itu, asal
Luhan bersedia diajak keluar.
.
.
.
Sehun merasa ada yang aneh dengan
tatapan orang orang disekitarnya. Tatapan seolah merendahkan dirinya.
Tapi akhirnya Sehun menyadari jika orang orang itu tak menatapnya
tapi menatap Luhan. Ya, harus diakui jika pakaian Luhan memang
terlalu berlebihan untuk sekedar pergi ke bioskop dan jalan jalan.
Sehun berinisiatf mengajak membelikan beberapa dress yang lebih
nyaman untuk Luhan. Saat berada di depan toko, Luhan menahannya.
“ Sehun aku ingin pulang.”
“ Tapi aku ingin membelikanmu
sesuatu.”
“ Tidak sehun! Aku ingin pulang!”
Luhan bersikeras, matanya mulai berkaca kaca.
Sehun menghela nafas panjang dan
menuruti mau Luhan. Disepanjang perjalanan hanya ada keheninan.
Sesampainya di rumah Sehun ingin memastikan apa Luhan marah padanya.
“ Kau marah padaku Lu?”
“ Tidak Sehun. Terima kasih . aku mau
masuk.”
Sehun memperhatikan Luhan samapi sosok
itu menghilang di balik pintu, tapi tiba tiba dia merasakan bulu
kuduknya meremang saat menyadari ada sepasang mata yang
memperhatikannya dari latai 2. itu bukan Luhan, karena dia baru saja
masuk ke dalam rumah. Sehun segera memasuki mobilnya dan mencap gas
untuk pulang.
.
.
.
.
.
.
Mungkin sudah jadi kebiasaan Sehun
untuk mampir ke rumah Luhan. Ia bebas keluar masuk karena saat ia
memanggil nama Luhan, Sehun akan langsung mendapati Luhan berada di
belakangnya, tersenyum dengan kedua tangan terbuka lebar. Tentu saja
ini membuat Sehun lega.
Tapi hari ini berbeda. Rumah ini
kembali gelap gulita. Jadi kali ini Sehun memangil manggil nama Luhan
dari depan pintu tanpa berniat masuk. Tapi tak ada sambutan apapun.
Sehun melirik ponselnya, berharap cahaya dari ponselnya bisa
membantunya menerangi rumah itu sampai dia menemukan Luhan.
Sehun memasuki rumah itu, hanya ada
kegelapan.
“ Lu…” Sehun mulai menaiki tangga
menuju lantai 2. tak ada tanda tanda keberadaan Luhan. Sehun
membalikkan diri berniat pulang ke rumah tapi tiba tiba Luhan sudah
ada dibelakangnya.
Sehun tak terkejut karena biasanya
Luhan juga sering seperti itu. Tapi tidak dengan membawa lilin dengan
pandangan yang kosong. Tanpa senyum.
“ Hei!”
Luhan berlari menuruni tangga, membuat
Sehun ikut berlari mengejarnya. Ia melihat Luhan pergi menuju lorong
yang gelap dan berakhir di dapur. Larinya terlalu cepat, jadi sehun
tak bisa lagi melihat cahaya dari lilin itu.
Sesampainya di dapur Sehun melihat
lilin yang dibawa Luhan berada di atas meja. Tapi kemana Luhan?
Dapurnya cukup luas. Cahaya lilin
membuat banyak bayangan bergerak gerak. Sehun mengabikannya. Sehun
mengambil lilin itu dan bergerak mencari Luhan. Banyak bunga bunga
asing berserakan dimana mana. Sekali lagi Sehun mengabaikannya, ia
terus mencari sampai suara deru nafas yang memburu mengintrupsi
pergerakannya.
Ia meneguk paksa ludahnya. Memberanikan
diri menoleh sekeliling, tapi tetap tak ada siapapun. Seketika Sehun
menunduk kea rah sepatunya saat dia merasa meginjak sesuatu, dan
benar saja dia menmukan kain hitam yang ia kenal.
Itu pasti Luhan.
Sehun tersenyum lega, karena sepertinya
Luhan bersembunyi di bawah meja. Tapi senyumnya tak bertahan lama
karena Luhan menatapnya dengan tatapan yang seperti tadi. Tangannya
mencengkram penuh bunga bunga asing itu dan memasukkannya ke dalam
mullutnya dengan ganas. Jika bunga bunga itu selesai dikunyah ia akan
mengambilnya lagi dan kembali memakannya. Tentu saja Sehun tak akan
tinggal diam.
“ Cukup Luhan!”
Luhan meraung ganas saat Sehun
mencengkram lengannya, ia langsung mendorong sehun dan berlari keluar
dari kolong meja. Sehun tak menyerah begitu saja. Dia ikut berlari
mengejar Luhan. Sikap Luhan hari ini sangat aneh.
Sehun mendapati Luhan masuk ke sebuah
ruangan dan menutupnya dengan keras. Sehun memasukinya. Ini adalah
kamar mandi. Tak ada siapapun disana. Dengan langkah pelan namun
pasti Sehun mendekati tirai yang menurutnya dibalik tirai itu ada
bathup. Sehun pikir pasti Luhan ada di balik tirai itu. Ketika Sehun
membukanya ia mendapati bathup terisi penuh dan tubuh Luhan tenggelam
di dalam bathup dengan dress yang selalu dikenakan.
Tidak!!!
Ini tak boleh terjadi????
“ Luhan!!!” Tubuh luhan membeku,
wajahnya pucat. Buru buru Sehun mengangkat tubuh Luhan. Membawanya ke
ruangan sebelah , ada ranjang disana dengan sebuah meja rias dengan
cermin yang retak. Ada tirai panjang menjuntai di candela besarnya.
Sehun menidurkan Luhan di atas ranjang. Luhan basah kuyup. Rasa
penasaran sehun tentang keanehan Luhan hilang seketika. Sekarang yang
ia pikirkan adalah bagaimana caranya agar dia bisa sadar secepatnya.
Sehun bukan dokter. Ia benar benar tak
tahu apa apa. Melihat Luhan yang semakin pucat setidaknya Sehun harus
membuka pakaian basahnya.
Sehun memandang tubuh Luhan yang
terbaring di depannya, tapiuhan pernah bilang dia hanya punya dress
ini. Satu hal lagi yang Sehun pikir, kenapa Luhan tak pernah
mengganti pakaiannya sama sekali tapi dirinya masih wangi. Sehun tak
bisa membayangkan jika Sehun yang tidak mengganti pakaiannya selama
seminggu saja dia pasti akan sangat bau.
Sehun memberanikan diri duduk di
samping tubuh Luhan yang terbaring lemah. Tangan sehun mulai membuka
pakaiannya. Sehun sedikit tercenggang melihat kulit Luhan yang putih
mulus, bukankah Luhan adalah lelaki tapi bagaimana dia bisa memiliki
kulit seindah ini? Sehun pikir hanya wanita konglomerat yang memiliki
kulit selembut dan semulus ini. Itupun karena perawatan di spa. Tapi
Luhan bahkan tak pernah pergi keluar rumah.
Sehun berjalan kearah jendela,
menggantung dress itu disana. Sehun menyibak tirainya, sekedar
mengintip keluar. Tiba tiba Sehun teringat. Ini adalah lokasi dimana
boneka Annabel yang terpercik darah di lempar hari itu, bersamaan
dengan suara gedoran dari pintu. Apa Luhan yang melempar boneka itu?
Tapi kenapa? Sehun menghela nafas berat dan kembali kea rah Luhan.
Ketika hendak menarik selimut tebal
untuk menutupi tubuh Luhan, Sehun melihat ada ada garis keunguan di
sekujur tubuh Luhan. Seperti memar yang mulai pudar. Apa yang
sebenarnya terjadi? Kenapa Luhan begitu misterius baginya. Dengan
perasaan sedih sehun duduk disebelahnya, menggenggam tangannya.
Entah berapa lama Sehun menggenggam
tangan Luhan hingga perlahan Luhan membuka matanya . Luhan
mengerutkan dahinya.
“ Sehun kenapa kau ada disini?”
“ Aku menemukanmu tenggelam di kamar
mandi, apa yang terjadi Lu?”
Luhan mencoba mengingatnya tapi dia tak
bisa benar benar ingat . dan saat Luhan melihat sekeliling matanya
membesar melihat dress yang tergantung dijendela.
“ APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN
BAJUKU?” teriak Luhan.
“ Bajumu basah Lu, tadi aku
melepasnya . aku takut kau masuk angin”
Luhan masih tak mengubah ekspresinya.
“ Pergi Sehun!” Luhan menatap Sehun
horror “ Kau harus pergi dari sini”
“ Kenapa Lu? Aku tak mengerti
maksudmu.”
“ Cepat! Sebelum ia menemukanmu!”
Teriak Luhan mendorong tubuh sehun agar cepat menjauh.
Sehun mendekat erat tubuh Luhan yang
mulai meronta. Ia tak akan menuruti permintaan Luhan kali ini.
“ Tidak Luhan! Tidak. Aku akan tetap
disini apapun yang terjadi. Kau tak perlu takut . tak akan ada yang
menyakitimu.” Sehun berusaha menenangkan Luhan.
“ Tidak Sehun. Dia akan marah. Ibuku
akan marah. Kau harus keluar sekarang. Cepat!!”
Luhan menyeret Sehun menuruni tangga.
Tak peduli dia kini sedang dalam keadaan telanjang. Yang Luhan
pikirkan adalah Sehun harus segera keluar sebelum ibunya
menemukannya. Ibunya yang jahat bisa saja membunuhnya.
Beruntung pintunya masih belum
terkunci. Luhan mendorong tubuh Sehun hingga tubuh Sehun jatuh
tersungkur. Dan seketika itu juga pintunya tertutup keras. Sehun
berusaha membukan pintu tapi nihil. Pintu itu terkunci.
“ LUHAN!!!” teriak Sehun sambil
menggedor gedor pintu secara brutal.
“ LUHAN BIARKAN AKU MASUK!”
Tidak ada jawaban dari dalam. Tidak ada
tanda tanda pintu akan terbuka. Apa yang seenarnya terjadi . Sehun
hampir saja memutuskan untuk pulang ketika tiba tiba terdengar
jeritan dari dalam.
TBC